Friday, December 19, 2008

Berawal dari mimpi

16 Desember 2008, aku menerima email balasan dari dr. Rukmono Siswishanto SpOG(K), M.Kes. Beliau atasanku di Program Aceh tempat aku bekerja sebelum ke Swedia. Selama satu setengah tahun kami bersama menjalankan program hasil kerjasama World Vision Australia-FK UGM- RSUD CND, Meulaboh. Ayah keduaku, kurasa.
Sebenarnya aku menghubungi beliau karena mimpiku. ???Bingung ketika bangun tidur. mungkin juga ini peringatan untukku sholat shubuh. Maka kuseret kakiku untuk mengambil air wudhu. Sambil bertanya dalam hati,”Ono opo?”
Ini bukan pertama kali. Aku tahu mana mimpi yang berarti firasat dan mana yang sekedar bunga mimpi. Yakin kali ini pasti benar juga. Tapi kenapa? Ngopo? Why? varfor? Orang- orang selalu mengaitkan mimpi dengan alam bawah sadar. Percaya pada dalil itu tapi aku tidak pernah bicara pada siapapun ataupun tidak juga berpikir tentang beliau. Ataupun tentang ‘Natura’. None.
Mba Marie, seorang kawan di Aceh memberi kesempatan kepadaku untuk membuktikan kebenaran mimpiku. Nama lengkapnya adalah dr. Marie Caesarini, SpOg. Dia heran ketika kubilang,”Natura dah edisi kedua ya mbak?”
Kujelaskan tentang mimpiku. Aku melihat Pak Rukmono mengendarai mobilnya. Di tengah perjalanan beliau melihat majalah ‘Natura’, majalah yang baru dirintis. Secara implisit beliau memberitahuku bahwa ini majalah kedua. Selanjutnya ada diskusi tentang distribusi majalah ini. Ide baru yang muncul adalah bagaimana jika memberikan ‘suplemen’ atau bonus untuk menarik minat pembaca.
“Tapi itu dalam mimpi ya”, Katanya masih tak percaya.
AHA!! Mimpiku benar. Hari gini masih percaya mimpi? Menyesal harus kukatakan,”Yes, I do”.
Kembali ke emailku kepada Pak Rukmono yang berjudul majalah. Aku juga menceritakan tentang keraguan kelanjutan studiku. Masih menimbang-nimbang suatu tawaran terkait dengan satu masalah pribadiku. Akhirnya kudapatkan wejangan yg lama tidak kudapat dari beliau. Law of Attraction.
“Alam itu akan membantu kalau kita memang meniatkan”, Tegas Pak Rukmono.
Bagaimanapun hal itu mengingatkanku pada ‘the alchemist’, Paulo Coelho. Satu kalimat favoritku adalah “The universe conspires to help who want to pursue their destiny”.
Langkah selanjutnya adalah memasukkan agenda dalam alam bawah sadar kita. Sesuatu yang benar- benar diinginkan. Dengarkan kata hati dan perhatikan pertanda di sekitar kita. Kudapati begitu sulit untuk mendengarkan hati nurani. Apa mauku sebenarnya?
Aku hanya tahu satu doa yang masih selalu rutin kupanjatkan selama lebih dari 10 tahun.
“Allah, yang maha berilmu. Jika Engkau menghendaki aku menjadi orang berilmu maka pastilah kudapati diriku berada di antara orang-orang yang berilmu. Karena itu, kehendakilah aku menjadi orang yang berilmu”.
Hasilnya, meskipun dengan IQ yang terbatas. Usaha yang pas-pasan aku selalu ‘tersesat’ di jalan yang benar. Bagaimanapun aku meragukan jalanku selalu ada jalan untuk kembali ke ‘bangku sekolah’. Semoga aku tidak salah mengartikan tandaMu.

Tuesday, December 16, 2008

PEREMPUAN ITU

Tulisan Jati berjudul Lelaki Cina nan Tampan benar- benar mengusikku. Setidaknya membuatku menunda tidur meski jam sudah menunjukkan pukul 01.18 am.

Anganku melayang ke beberapa kejadian di masa yang belum lama berselang. Pertama, saat kursus narasi jurnalisme Juli- Agustus 2008. Ada mba Khanis dan mba Siti yang pasti sangat asyik untuk berdiskusi mengenai Gender. Kedua, tentang Rifka Annisa. Salah satu lembaga pendampingan wanita yang juga tempatku magang selama musim panas kemarin. Dan terakhir, Mengingatkanku pada Erik Svedman. Seorang kawan, LELAKI yang sangat perhatian dengan masalah ini. Ia berhasil membawa Leage Table bahkan berbagai macam analisis biaya dalam perspektif gender.

Teman saya yang terakhir ini membawa pemahaman baru. Ia sangat memperhatikan masalah ketimpangan dan kesenjangan. Sesuatu yang terjadi karena seseorang terlahir sebagai laki-laki dan yang lain sebagai perempuan. Dan ia membawa kita ke dalam perspektif baru mengenai gender di dataran ekonomi kesehatan.

Lalu makhluk seperti apakah perempuan itu?

Seseorang yg berambut panjang, menggunakan gincu dan berbagai macam make up? Kalau dia muslim maka ia akan menggunakan jilbab. Selalu merengek minta bantuan jika ada masalah. Tidak bisa menyimpan rahasia. Pasif dan lemah. Selalu berada didalam rumah menanti sang suami yang lelah mencari nafkah?

Lalu bolehkah aku mengaku perempuan meski rambutku pendek dan tidak pernah berdandan? Perempuankah aku jika aku tegar menghadapi hidup dan bekerja seharian untuk mencari nafkah juga? Masihkah aku dihargai dalam lingkungan sosialku hanya karena aku mengatakan bahwa seorang pria ganteng. Padahal memang itulah kenyataannya.

Tanpa bermaksud menggugat tradisi, aku hanya mempertanyakan,”Apa salahnya?”

Jati, lepas dari perasaan ‘itik buruk rupanya’ adalah salah satu contoh sederhana dari bagaimana kita terikat pada norma dan budaya. Aku bangga pada budayaku. Tapi tidak ada yang statis di dunia saat ini. Sudah saatnya stereotype negatif tentang perempuan dihapuskan minimal dikurangi.

Dimulai dari hal-hal sederhana sehari-hari. Dosakah seorang perempuan jika ia mengatakan,”Aku menyimpan perasaan padamu”?

Apa dengan mengatakan hal itu maka harkatmu sebagai perempuan terendahkan? Padahal rasa itu nyata adanya. Padahal hari-hari terasa lama berlalu karena setiap detik selalu terbayang wajahnya. Suatu rasa yang jika tidak diungkapkan akan mengganggu stabilitas aktivitas kita.

Pernah aku memilih untuk menjadi ‘perempuan baik’. Memilih untuk diam, meski terkadang tidak tahan untuk mengajak ngobrol meski hanya lwt y!m. Dan itu sungguh mengganggu hari-hariku. Beruntung jadwal kuliah tahun lalu tidak memberi banyak ruang untuk melamun. Tapi satu tahun waktu yang cukup lama hingga kuputuskan menuntaskan penasaranku.

Dimulai dengan mengunjungi kota tempatnya belajar. Pesawat selama satu jam lima menit, plus tiga jam perjalanan dengan kereta. Hanya untuk menikmati saat-saat terakhir. Menulis travelogue sepanjang 10 halaman,sekitar 4000 kata. Dilanjutkan perjalanan kereta lain selama 10 jam sekedar menikmati secangkir kopi bersama. Secangkir kopi yang sangat mahal harganya. Bukan hanya karena kami membelinya dari sebuah kafe yang lumayan berkelas. Tapi karena kami tidak pernah punya waktu. Swedia terlalu jauh, dan satu tahun bukan waktu yang pendek.

Tapi apakah harga diriku sebagai perempuan menjadi hilang hanya karena mengajaknya ke kafe berdua? Hanya karena mengatakan,”Aku pernah ‘menunggumu’.” Jujur aku merasa lebih berharga setelah membuat pengakuan itu. Aku tidak peduli apapun responnya tapi nothing to lose. Aku memang menyukainya dan tidak akan memaksakan perasaanku.

Masihkah aku seorang perempuan yang baik di mata kalian?

Wednesday, December 03, 2008

CUKUPKAH ACTN3 SAJA?

Bukannya mempersiapkan diri kursus bahasa Swedianya, cewek berkerudung hitam itu justru sibuk membaca International Herald Tribune, IHT. Duduk nyaman di sofa dengan kaki terjulur beralaskan kursi merah. Tas punggung hitamnya terkulai di dekat kursinya. Sesekali saja perhatiannya teralihkan. Pertama untuk melirik ke arah jam tangan Regal merah jambunya. Dan ketika sepasang muda mudi memilih untuk berciuman di depannya. Mungkin tidak mau tahu urusan orang lain dan tak nyaman melihatnya di tempat terhormat ini.Yang jelas koran di tangannya terangkat beberapa sentimeter.

Sebuah artikel karya Juliet Macur menuntut perhatiannya penuh. ‘Born To Sprint? DNA tests could hold the answer’. Sejauh ini ia lebih banyak mendengar penggunaan ilmu tentang genetik dan molecular dalam konteks penyembuhan terhadap penyakit. Mencari terapi yg efektif untuk penanganan diabetes dan alzheimer misalnya. Tapi tes DNA untuk mencari tahu bakat anak? Terlalu mutakhir sepertinya.

Salah satu referensi dari artikel ini adalah penelitian pada tahun 2003 tentang hubungan ACTN3 dan kemampuan atletik. Dua tipe yang mempengaruhi adalah tipe R dan X yang bisa diturunkan dari orang tua kita. Tipe R membuat tubuh memproduksi α-actinin-3, biasa terdapat di otot sendi. Keberadaan protein jenis ini membantu tubuh untuk berkontraksi secara kuat dan cepat. Sangat berguna di olah raga yang memerlukan kecepatan dan kekuatan seperti sepak bola dan lari jarak pendek.

Tipe lainnya adalah X. Keberadaan sepasang X diartikan bahwa individu tersebut lebih cocok untuk olah raga yang melibatkan daya tahan, seperti maraton. Cara kerja tipe X adalah kebalikan Tipe R. Tipe X mencegah tubuh untuk memproduksi α-actinin-3.

Penelitian pada manusia ini didukung oleh penelitian percobaan pada tikus. MacArthurDG, Seto JT, Chan S, et.all dalam jurnal Human Molecular Genetics 2008 17(8):1076-1086. Tipe XX juga dihubungkan dengan berkurangnya diameter fast fiber dan meningkatnya aktivitas beberapa enzim dalam jalur metabolik aerobik. Selain itu, kemampuan kontraksi otot berubah dan penyembuhan akibat kelelahan juga lebih cepat.

Tapi apa benar sebegitu mudahnya menemukan bakat anak?

Gadis berkacamata itu sepertinya tidak setuju. Kenyataan terlalu kompleks untuk dibuat sesederhana itu. Anggap saja ACTN3 memang berpengaruh terhadap kemampuan olah raga seseorang, ada banyak gen lain yang berpengaruh. Kadang efeknya sinergis kadang kontradiksi.

Ia sepakat terhadap pendapat pakar bernama Stephen Roth. Bukan hanya karena dia berasal dari departemen kesehatan masyarakat juga. Tapi lebih karena beliau pernah melakukan penelitian dalam bidang ini.

"The idea that it will be one or two genes that are contributing to the Michael Phelpses or the Usain Bolts of the world I think is shortsighted because it's much more complex than that," Katanya.

Lebih lanjut, beliau mengatakan ada sekitar 200 gen yang berpengaruh terhadap kemampuan olah raga seseorang. Tapi bukan hanya alasan itu yang meresahkannya. Bagaimana mungkin satu faktor cukup untuk terjadinya sesuatu hal?

Multiple causation theory sangat bisa digunakan dalam hal ini,”Pikirnya. Kemampuan atletik seseorang bukan hanya dipengaruhi oleh faktor gen apalagi dengan hanya melihat satu gen saja. Faktor lain seperti nutrisi, lingkungan, kematangan emosional dan jangan lupa keberuntungan. Kelebihan apapun yang Anda miliki tanpa keberuntungan tidak akan terjadi.

Tapi benarkah ada keberuntungan dalam hidup ini. Maktub. Kata ini merujuk dari novel Paulo Coelho, The Alchemist. Sesuatu yang sudah tertulis atau sepadan dengan takdir. Sekeras apapun usaha kita kalau Allah menghendaki untuk tidak terjadi, tidak akan mungkin terjadi.

Kembali ke masalah gen. Ia teringat sebuah film, film yang sangat menginspirasi mengenai gen dan masalah molekular. Setelah berusaha mengingat judul film itu, akhirnya ia menyerah. Tapi ia ingat bahwa gen disimbolkan sebagai biji dan faktor lain terutama lingkungan disimbolkan sebagai tanah. Kualitas biji memang sangat penting untuk menghasilkan buah, sayuran apapun itu. Tapi harap dicatat dengan tinta tebal. Tanpa tanah dan lingkungan yang baik ia tidak akan tumbuh optimal. Kesuburan tanah, iklim, cara perawatannya dan banyak hal lain ikut berpengaruh.

REFERENSI

Macur J. Born To Sprint? DNA tests could hold the answer. International Herald Tribune. December1st 2008

MacArthurDG, Seto JT, Chan S, et.all. Human Molecular Genetics 2008 17(8):1076-1086