Monday, February 18, 2013

Layang-Layang dan Pemain Layang-Layang


Sore ini sebuah layang-layang berada di langit biru
Indah lincah bergerak tanpa henti diterpa angin sore yang lembut
Bentuk belah ketupat sederhananya melayang ke sana ke mari sesuai arah angin dan arahan sang pemain
Sesekali ia terhenti tersangkut di antara dahan pohon
Sang pemain akan gelisah menarik-narik benang yang menghubungkannya dengan layang-layang
Jika tidak berhasil ia akan memanjat pohon untuk melepas jerat ranting-ranting itu
Begitu seterusnya hingga tiba-tiba benang tipis itu terputus
Layang-layang pun pergi tanpa arah sekedar mengikuti angin
Sang pemain resah dan mengejar
Ingin terus berlari berharap layang-layang akan berhenti terjebak di antara ranting lagi
Tapi adzan maghrib sudah berkumandang
Ia harus pulang karena panggilan orang tua dan masjid
Dalam hati ia mungkin berkata, ”Seharusnya kupegang ia erat dan dekat denganku. Atau seharusnya kugunakan tali yang lebih kuat agar dapat mempertahankannya terbang. Sejenak matanya liar mencari lalu tertunduk lesu
Tangan kanannya masuk ke dalam saku celananya
Dalam hatinya mungkin berkata, “Sudahlah..sebaiknya aku beli satu yang baru”
Aku memperhatikan semua itu dari rumahku. Duduk dengan santai sambil membaca sebuah buku. Secangkir teh telah habis masa tugasnya menemaniku di senja hari itu. Tiba-tiba aku teringat dirimu.
“Apakah kita seperti layang-layang dan sang pemain itu? Siapakah yang berperan sebagai layang-layang?”

Sepuluh Alasan Mempunyai E-Book Reader


Sudah beberapa tahun terakhir saya sangat berharap untuk mempunyai ebook reader (alat baca buku elektronik). Tahun kemarin saya masih harus gigit jari karena ebook reader yang saya tunggu dengan sabar dari Belanda ternyata tidak bisa digunakan. Tahun baru ini saya akhirnya dapat mempunyai satu dan saya sangat senang sehingga ingin berbagi dengan Anda.
Mari kita mulai dengan e-book. Buku elektronik akhir-akhir ini menjadi lebih populer. Bukan hanya buku yang bisa dijadikan dalam format elektronik tapi juga majalah, koran, dan beberapa media cetak lainnya. Sayangnya buku-buku format ini belum terlalu banyak untuk edisi bahasa Indonesia. Mungkin ini salah satu alasan kenapa e-book reader kalah pamor jika dibandingkan gadget lain yang luas beredar seperti ipad, tablet, dan smartphone. Mungkin juga karena minat baca di negara yang sangat indah ini masih rendah. Atau... dari pada berandai-andai mencari tahu alasan yang tepat lebih saya kemukakan beberapa alasan kenapa Anda harus mempertimbangkan memiliki sebuah e book reader.
   
   1. Ringan. Alat ini sangat ringan. Seberapapun buku yang Anda ingin miliki, alat ini menyatakan bisa menyimpan lebih dari 1000 buku, maka Anda tetap hanya perlu membawa alat seberat 6 ons saja. Tentu saja berat alat ini sangat variatif tapi alat ini relatif ringan dibandingkan satu buku text book Anda. Dan karena Anda tidak secara fisik melihat tebal buku yang akan Anda baca maka secara psikis, Anda akan merasa ‘ringan’.

      2. Mobile. Bayangkan Anda mempunyai koleksi 1000 buku di rumah Anda. Tiba-tiba Anda harus pindah! Itu mimpi buruk bagi Anda. Memindahkah semua buku? Anda mungkin kemudian mempertimbangkan untuk buku memilih buku mana yang sebaiknya dibawa dan mana yang ditinggal. Jangankan pindah ke luar negri, ke luar kota atau bahkan membayangkan pindah ruangan saja sudah membuat Anda capek. Akhirnya, alat ini hadir untuk menyelamatkan Anda dari malapetaka itu. Pemilik alat ini akan dengan ringan melangkah masih dengan berat  hanya enam ons.

3.Menghemat tempat. Kita tidak perlu pusing memikirkan rak buku berapa banyak dengan model seperti apa, dengan penataan bagaimana, warna cat yang sesuai apa. Lebih baik menyelesaikan membaca satu buku lagi dari pada pusing memikirkan hal tersebut. Cukup beli rak buku seadanya untuk bahan bacaan tamu Anda, anak-anak, atau teman di dapur (buku resep masakan). Anda juga tidak perlu memusingkan tempat untuk menyimpan buku ketika harus bepergian. Buku Anda akan setia menemani tanpa memberikan beban yang tidak perlu.


Monday, February 11, 2013

Ginko Ogino Dokter Perempuan Pertama di Jepang


Jepang bagi saya dan kebanyakan orang di dunia adalah negara terdidik yang sangat menghormati pengetahuan dan buku tentu saja. Meski saat ini hampir semua informasi dapat diakses dengan cepat melalui apa yang disebut internet, buku tetap sumber informasi yang penting dan tidak dapat disepelekan. Negara ini menyimpan sejarah kelam bagi pengetahuan terutama untuk kaum perempuan.

Hal ini saya temukan setelah membaca sebuah buku berjudul Ginko karya Jun’ichi watanabe. Masa kelam itu ada setidaknya sampai dengan sebelum abad 19. Ginko sendiri lahir pada 4 April 1851 di Desa Tawarase, Kumagaya, Saitama. Saat itu masyarakat Jepang merasa mempunyai aib besar ketika memiliki putri yang gemar membaca! Apalagi yang ingin bersekolah tinggi. Seakan perempuan ditakdirkan hanya untuk menikah, mengurus anak dan rumah. Tidak ada dan tidak perlu melakukan hal lain. Apalagi membaca dan mempunyai keingintahuan lebih mengenai benyak hal.

Begitu juga Ginko. Ia dinikahkan dengan seorang anak keluarga petani kaya raya Inamura dari desa kawakami. Kanichiro, anak yang juga putra dari presiden pertama Bank Ashikaga, adalah orang yang menikahinya di usia 16. Pernikahan itu hanya berlangsung selama tiga tahun. Karena sejak awal pernikahan Ginko sudah tertular penyakit kelamin, Gonorrhea, yang membuatnya harus berbaring karena demam tinggi dan sakit di daerah kemaluan.

Rasa sakit hati dan fisik yang begitu hebat membuatnya melarikan diri pulang ke rumah. Hanya ibunya dan Tomoko, kakak Perempuannya, yang bisa menerimanya di antara celaan dan desakan sosial yang sangat kuat.

“Seorang Istri pergi meninggalkan suaminya? Perempuan macam apa itu?”

Sedang dalam hati Ginko berkecamuk pemikiran, “Bagaimana mungkin orang-orang menghukumku? Aku yang menjadi korban. Dia yang pertama kali tidak setia dan memberiku sakit”

Gejolak hati Ginko tidak pernah bisa dipahami saat itu. Ibunya sendiri merasa bersalah karena telah menjodohkannya sehingga merasa perlu untuk membantu. Ia menemani putrinya untuk berobat atau sekedar membaca buku di dalam kamar, tempatnya bersembunyi dari omongan orang. Beruntung ia mempunyai dokter dan guru yang mendukung bernama dr. Mannen. Kebetulan dokter Mannen mempunyai seorang putri bernama Ogie yang menjadi sahabat karib Ginko. Ogie berusia 27 dan belum menikah. Sesuatu yang aneh dan bukan hal yang baik pada saat itu. Mereka menjadi akrab karena sama-sama gemar membaca dan tidak menikah. Dua hal yang saling melengkapi untuk menjadi bahan omongan tetangga sekitar.

Wednesday, February 06, 2013

30 Tahun (Makna bagi Tulang Anda)


Tiga puluh adalah angka yang sakral. Tidak! Saya bukan sedang membicarakan soal usia, angka yang biasanya segan diucapkan oleh banyak orang. Sebaliknya, saya justru sedang menganjurkan diri saya dan Anda untuk jujur mengakui usia Anda. Mengapa? Silakan teruskan membaca artikel ini jika Anda tertarik.

Apa yang dipikirkan oleh para ahli kesehatan mengetahui usia Anda 30 tahun? Tulang Anda akan berbicara banyak bahkan lebih banyak dari seseorang yang paling banyak bicara sekalipun. Tebak! Tubuh kita memiliki mekanisme penggantian sel-sel tua dengan sel-sel baru secara terus menerus termasuk pada sel tulang Anda. Di usia 30 tahun mekanisme ini mulai tidak seimbang sehingga proses pembentukan sel – sel tulang baru menjadi lebih lambat. Sumber lain mengatakan setelah pertengahan usia 30 tahun (Thanks God, i still have some years to go to :d). Hal ini berarti 30 tahun adalah masa kepadatan tulang yang optimal/puncak sebelum menurun.

Akibatnya, kepadatan tulang Anda berkurang dan jika Anda tidak menaruk perhatian pada hal ini maka resiko untuk menderita penya osteoporosis (keropos tulang) akan meningkat. Well, waktu merupakan hal yang arah pergerakannya linear ke depan. Kita tidak dapat memundurkan usia. Sebaliknya, penambahan usia adalah mutlak terjadi.

Apa yang sebaiknya kita lakukan? Idealnya, sebelum mencapai usia 30 tahun kita harus melakukan banyak hal untuk memaksimalkan kepadatan tubuh kita.

Tapi apa lacur dikata, “Usia saya sudah lebih dari 30 tahun?”

Tenang Anda masih dapat melakukan beberapa hal berikut. Saya tidak akan mengatakan bahwa mengkonsumsi susu adalah hal yang paling bijaksana. Berdasar kenyataan bahwa penduduk Swedia yang paling banyak mengkonsumsi susu justru mempunyai penderita osteoporosis paling banyak. Jadi apa yang bisa kita lakukan? Sederhana, makan lebih banyak sayur dan buah!

“(Sayur) Lagi?”

“Ya. Sapi yang susunya menjadi sumber kalsium kita itu tidak pernah minum susu mereka sendiri setelah dewasa kan?mereka makan hanya tanaman hijau saja (kalau bukan produk pabrik).”

Jadi mulai sekarang, mari kita makan sayur dan buah lebih banyak. Ada lagi yang lain? Ya, tentu saja Olah raga. Pernah memperhatikan bahwa dalam iklan produk susu mereka selalu menyertakan kegiatan beraktifitas fisik. Tentu saja alasannya karena aktivitas fisik lebih efektif membantu penyerapan kalsium yang dibutuhkan oleh tulang. Jadi mulai sekarang mulailah mencari-cari alasan untuk bergerak. Bersyukurlah jika tempat parkir kendaraan Anda jauh dari tempat kantor atau kegiatan apapun yang Anda lakukan. Itu berarti kesempatan untuk bergerak kan?