Pemikiran ini senada dengan pemikiran tentang pentingnya belajar menjadi
pengikut yang baik di tengah gemuruhnya usaha mempopulerkan dan menjadi
pemimpin yang baik. Idenya sederhana saja bahwa sebuah sistem tidak mungkin
berjalan hanya dengan bekerjanya satu komponen saja. Selemah apapun sebuah
komponen ketika berhadapan dengan komponen yang lain, ia tetap berpotensi
mengganggu kelancaran sebuah sistem ketika tidak bekerja. Namun saya sadar ada
kemungkinan beberapa alis akan berkerut ketika membaca ini. Kenapa? Silakan
baca paragraf selanjutnya.
Beberapa tahun lalu saya mendampingi ayah saya ketika rawat inap di sebuah
rumah sakit swasta di Jogja. Saat itu sang pemilik rumah sakit baru saja
meminta maaf karena pelayanan yang kurang memuaskan dari karyawannya. Saya
masih ingat betul bagaimana sang pemilik rumah sakit meminta maaf sambil
membungkukkan badannya. Lalu setelah kondisi lebih santai, beliau pun bercerita
ngalor ngidul termasuk mengenai
loyalitas staf di rumah sakit tersebut. Bagaimana beliau kesulitan untuk
membina loyalitas pada salah satunya dokter yang kadang ‘mencuri’ pasien dari
rumah sakitnya. Salah satu caranya adalah dengan merekomendasikan pasiennya yang
rawat inap di rumah sakit tersebut untuk kontrol ke tempat praktek pribadinya.
Hal ini tentu saja merugikan rumah sakit tersebut yang membuka layanan rawat
jalan. Loyalitas karyawan kepada perusahaan jelas menjadi satu topik hangat
bagi perusahaan/organisasi dan mereka yang memposisikan diri sebagai manajer
dan pemimpin.