Belanda, 2013 |
Kata Hening itulah yang ingin saya
ilustrasikan lewat foto ini. Belum terpikir oleh saya untuk menulis artikel ini
ketika mengambil foto ini. Saya hanya suka. Kesendirian tidak perlu dijadikan
sebagai sebuah momok dan lawan dari pada kebersamaan. Ia adalah komplementer
dari kehidupan. Ada kalanya kita menghabiskan waktu bersama dengan orang yang
kita kenal dan kasihi atau bahkan orang asing dan adakalanya sendiri harus kita
lewati.
Jika Anda orang introvert, Anda bisa
dengan sangat mudah menghubungkan gambar dalam artikel ini dengan tulisan saya.
Saya ingat, foto ini saya ambil di perjalanan menuju Friesland dari Wageningen,
the Netherlands (September 2013). Saat teman-teman saya yang lain sibuk memfoto
kapal-kapal dan diri mereka sendiri atau mengobrol, saya memandang kursi
tersebut beberapa saat dan berusaha mengambil gambar pada akhirnya. Dan malam
ini, di saat saya seharusnya mengerjakan hal yang lain saya justru sibuk mengaitkan
foto itu dengan buku yang saya baca.
Artikel ini adalah sebuah resensi dari sebuah buku
berjudul 'Quiet' karya Susan Cain. Saya merasa menemukan diri saya yang
sekian lama terlarut dalam budaya ekstrovert yang meraja lela. Betul, buku ini
ditulis untuk menguak 'keheningan' yang sangat disukai oleh orang-orang
introvert. Sesuatu yang kadang oleh psikolog atau masyarakat umum sebagai
sebuah gangguan fungsi sosial. Atau kemampuan kita untuk memahami cara berpikir
orang introvert yang masih terbatas. Menurut Anda? Buku ini membantu Anda yang
merasa introvert untuk tetap nyaman dengan kesendirian sambil mengembangkan
elastisitas ke dalam kebudayaan ekstrovert. Bagi orang-orang ekstrovert agar
lebih bisa menghargai dan mendengarkan suara orang-orang introvert yang lembut
dan jarang terdengar dan mengijinkan mereka berekspresi sesuai gaya alaminya.
Pernahkah Anda bertanya-tanya,
"Sepertinya ia pintar dan banyak bertanya dan diskusi sewaktu kuliah tapi
kenapa nilainya biasa-biasa saja?"
Kita sering kali mengidentikkan kecerdasan
dengan kemampuan berbicara di depan umum, spontanitas, daya adaptasi yang
tinggi, mudah bergaul dan beberapa perilaku lain menurut standar orang-orang
ekstrovert untuk menilai kecerdasan seseorang. Buku ini memberikan banyak
contoh bahwa kemampuan mengemukakan pendapat di depan umum, dan berdiskusi
aktif tidak selalu menunjukkan pemahaman seseorang terhadap materi itu. Setidaknya
karena bagi orang-orang introvert yang cenderung menunda berpendapat setidaknya
sampai dia merasa yakin terhadap apa yang akan dikatakannya, cukup melakukan
observasi, dan bisa berkontribusi secara signifikan terhadap diskusi yang
sedang berlanjut.
Ia berbeda dengan kecenderungan
kepribadian anti-sosial, ia hanya butuh waktu lebih lama untuk hal-hal yang
asing bukan hanya manusia tapi juga lingkungan, dan benda. Ia bukan tipe easy going, karakter yang sangat
digadang-gadang oleh budaya ekstrovert. Setelah Anda memberinya cukup waktu
untuk beradaptasi, ia akan berdiskusi dan bergaul seperti biasa. Ia sulit
merubah pendapat tapi bukan hanya karena keras kepala melainkan ia butuh waktu
untuk memahami konteks, dan alur logika yang baru. Selama ia, belum menemukan
alur berpikir yang utuh dari perubahan usulan itu, ia akan sulit merubah
pendapat.Oleh karena itu, orang-orang introvert sangat mungkin berkembang optimal
jika ia diberi kesempatan untuk menggeluti hal-hal yang ia sukai.
Apakah ia cocok berada di atas level
kepemimpinan atau manajerial? "Sangat mungkin". Anda akan terkejut
menemui kenyataan bahwa mayoritas CEO yang efektif di AS adalah orang-orang
introvert. Tipe orang-orang ini adalah tipe orang yang sangat sesuai untuk tim,
perusahaan atau organisasi yang terdiri dari orang-orang yang sangat aktif,
berdedikasi dan tahu bagaimana cara meraih tujuan. memimpin orang-orang seperti
ini sangat dibutuhkan kemampuan mendengar aktif yang cukup tinggi. Tebak siapa
yang paling bisa menyediakannya? Orang Introvert. Mereka cenderung untuk lebih
banyak mendengarkan dan melihat situasi. Ia mempunyai kecenderungan yang
sedikit untuk menonjolkan diri sendiri sehingga bisa mengakomodir banyak
kepentingan. Yang dibutuhkan perusahaan itu adalah mereka yang
memperhatikan kepentingan perusahaan bukan kepentingan diri sendiri.
Ia mempunyai gaya berkomunikasi dan
bersosialisasi yang berbeda dengan orang-orang ekstrovert. Tipe ini mungkin
saja menjadi seorang presentator yang baik tapi jangan banyak berharap ia mau
untuk melakukan presentasi atau tampil di depan umum tanpa persiapan. Ia
mungkin saja ikut dalam banyak pesta atau forum yang melibatkan banyak orang,
tapi sebagian besar dari mereka akan memilih pulang lebih awal, berbicara
secara lebih akrab dengan satu atau beberapa orang saja, atau duduk menyaksikan
orang berdansa. Ia, di banyak kesempatan, membutuhkan waktu untuk sendiri lebih
banyak dari pada orang-orang ekstrovert. Bergaul dan berbicara dengan banyak
orang tentang hal-hal kecil sehari-hari tidak terlalu menarik perhatiannya.
Salah satu cara berkomunikasi yang
membedakan orang introvert dan orang ekstrovert adalah bagaimana Anda memulai
sebuah pembicaraan. Jika Anda bertemu orang ekstrovert maka Anda dapat memulai
pembicaraan dengan banyak hal di sekitar Anda, cuaca hari ini, pakaian yang ia
gunakan, jam tangan yang bagus dan baru setelah beberapa saat pembicaraan akan
bergeser ke arah yang lebih serius. Tapi berbicara dengan orang introvert, Anda
diharapkan untuk berbicara mengenai hal-hal yang serius terlebih dahulu. Ingat,
bahwa orang-orang introvert sangat menyukai untuk berpikir secara mendalam
tentang banyak hal. Setelah ia merasa nyaman, baru pembicaraan bisa bergeser ke
arah yang lebih ringan. Ia juga cenderung lebih menyukai komunikasi tidak
langsung seperti lewat tulisan, atau secara online. Kontak langsung baru akan terasa
santai setelah ia merasa nyaman dan bisa beradaptasi.
Orang introvert bukan berarti tidak
menyukai perjalanan jauh yang sangat asing dan membutuhkan adaptasi tinggi. Bagaimanapun,
caranya menikmati perjalanan sangat berbeda dengan orang-orang ekstrovert. ia
tidak suka jadwal yang terlalu padat dan terburu-buru. Ia lebih suka
mengeksplorasi tempat-tempat tertentu dan merencanakan perjalanan sedemikian
rupa sehingga ia cukup waktu untuk memahami daerah tersebut. Ia bukan gadget mania. Ia lebih menikmati pemandangan
dan sibuk dengan pikiran-pikiran yang bersliweran sambil sesekali memotret.
Seorang introvert sejati, sesungguhnya
memiliki kepekaan dan keterikatan yang sangat kuat dengan lingkungan dengan
cara yang berbeda dari orang-orang ekstrovert. Ia cenderung patuh pada
peraturan dan norma-norma yang berlaku. Mungkin karena ia sempat memikirkan
akibat dari perilaku yang melanggar aturan. Di samping itu, ia memiliki rasa
bersalah yang lebih besar dari orang-orang ekstrovert. dengan kata lain ia
seorang yang sensitif.
Sebuah penelitian psikologi pernah
melakukan uji coba terhadap hal ini. seorang asisten peneliti diminta untuk
memberikan sebuah mainan (yang sudah didesain akan patah jika dipegang) kepada
beberapa anak yang menjadi subyek penelitian. Anak-anak tersebut kemudian
mendapati mainannya patah dan menyerahkannya kepada asisten peneliti. Pada saat
it, anak-anak introvert cenderung merasa lebih bersalah dengan durasi yang
lebih lama dibanding anak-anak ekstrovert. Ia seolah-olah bisa memahami
kesedihan asisten penelitian yang mainannya rusak sekaligus merasa bersalah
karena telah mematahkan mainan tesebut. Oleh karena itu, asisten ini kemudian
masuk ke dalam ruangan untuk mengambil mainan lain serupa yang tidak rusak,
untuk menunjukkan bahwa kerusakan itu bisa diperbaiki untuk mengurangi perasaan
bersalah.
Di Indonesia, salah seorang introvert
sejati yang juga tokoh bangsa ini adalah proklamator kita, Bung Hatta.
Kecenderungan beliau untuk mendahulukan kepentingan umum dan merasa bersalah
jika mendahulukan diri pribadinya terbukti dari salah satu kata-katanya yang
terkenal. “Saya tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka”. Pada saat itu,
mungkin saja beliau merasa tidak pantas untuk bersenang-senang dan memenuhi
kepentingan pribadi sementara bangsa yang ia cintai masih bersusah payah meraih
kemerdekaan.
Banyak orang introvert juga mempunyai
alasan serupa, meski tidak sebesar dan semulia Bung Hatta, yang memutuskan
untuk menunda menikah. Mereka mungkin saja berpikir,
“Saya akan menikah ketika saya sudah siap
mandiri dan mampu bertanggung jawab dan membantu keturunan untuk tumbuh optimal”.
Bentuk tanggung jawab yang susah dipahami
oleh budaya dan masyarakat yang masih menganggap menikah secepat mungkin adalah
seperti menjalani kebaikan yang dicontohkan oleh Rasul. Sebuah sunnah yang
nilainya mungkin menyamai atau bahkan melebihi kewajiban, kewajiban untuk tetap
memperhatikan orang tua, memberikan perlindungan kepada anak, menghargai
pasangan dan memberi kesempatan masing-masing untuk berkembang optimal.
Apakah ia ada karena keturunan atau karena
pengaruh lingkungan? nature vs
nurture? Jawabannya adalah kedua-duanya. Jika Anda secara genetis mempunyai
bakat introvert, Anda akan tetap bisa mengembangkan diri Anda sedemikian rupa
sehingga cocok dengan budaya ekstrovert. Hal ini diibaratkan sebagai rubber
band. Kemampuan
elastisitas dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Dan
oleh sebab itu, beberapa introvert tetap bisa bersosialisasi dan
menjadi pembicara atau guru bahkan pemimpin. Namun tetap setelah
itu, ia akan membutuhkan waktu sendiri untuk menikmati diri dan pikirannya.
Tanpa keheningan, mustahil seorang Albert
Einstein menemukan teori relativitas hanya dengan sebuah apel jatuh di
kepalanya. Tanpa perenungan mendalam, mustahil seorang Richard Bronson memiliki
antusiasme yang begitu besar terhadap banyak hal baru yang sering kali
mustahil. Tanpa penyendirian, mustahil Dalai Lama menjadi begitu disegani. Dan
bukankah seorang Nabi Muhammad SAW juga menerima wahyu saat menyepi? begitu
pula kebanyakan nabi lain? bukankah Rasulullah SAW juga tidak mengijinkan ada
foto ada gambar beliau? Mungkinkah karena beliau seorang introvert?
3 comments:
Saya dari dulu ingin baca "Quiet", tapi bahasa inggris pas-pasan. Nunggu terjemahannya. Hanya baru bisa membaca "The Introvert Advantage"
hi, Risalahary
bahasa inggris saya juga pas-pasan. saya sering membuka kamus karena banyak vocabs yang tidak saya ketahui. tapi secara umum kalimat yang digunakan di buku ini sangat ringan. tapi memang kalau ada versi bahasa indonesia akan sangat membantu ya.mudah2an segera ada
Ah masak tak ada yang versi bahasa indonesianya. Jadi kurang paham kalau orang yang tidak bisa bahasa inggris.
Post a Comment