Saya mungkin golongan minoritas yang akan mengatakan bahwa berganti-ganti
atau menggunakan beberapa gadgets sekaligus
itu tidak harus dijadikan gaya hidup. Menjadi terdepan dalam membeli produk-produk terbaru (meskipun
lebih nyaman, lebih ringan, keren, modern) bukan ambisi saya. Bagi saya, setiap
pembeli punya kewajiban sosial terhadap berapa banyak sampah yang dihasilkan
dari keputusannya untuk membeli barang. Dan dengan sudut pandang ini, tentu
saja membeli alat transportasi, HP, komputer, benda apapun yang masih sulit
didaur ulang menjadi sesuatu yang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.
Orang Jawa mungkin akan berkata bahwa saya cukup nrimo. Nrimo dengan motor
tahun 90an dan komputer yang sudah 7 tahun menemani saya. Saya akan sangat
salut jika bisa menemui orang yang mendukung keputusan saya untuk tetap
menggunakan jasa barang-barang tersebut. Saya pribadi tidak ada keluhan dengan
memiliki dan menggunakan barang-barang lama. Motor itu tetap bisa mengantar
saya pergi seputar Jogja dengan relatif nyaman, tidak pernah mogok, bensin
tidak terlalu boros. Komputer ini selalu bisa menyala dan bekerja dengan baik,
layarnya lebar membuat mata tidak mudah capek. Saya justru memuja
ketangguhannya.
Selama barang-barang tersebut masih berguna sebagaimana fungsinya, saya
merasa tidak punya alasan untuk membeli barang yang baru selain karena secara
emosional saya sulit melepas barang-barang milik saya. HP saya yang berusia 2
tahun terpaksa saya bebas tugaskan karena layar sentuhnya bermasalah dan untuk
memperbaiki harganya lebih mahal dari pada membeli yang baru. Pun saya lebih
memilih untuk menggunakan hibah dari kakak saya dari pada dorongan untuk
membeli yang baru.
Saya tahu sangat sulit bagi orang lain untuk memahami pola pikir saya.
Sungguh, saya tidak ada masalah dengan memiliki barang-barang lama tersebut.
Kalau saya harus membeli itu adalah alternatif terakhir. Saya tidak bisa
membayangkan berapa banyak sampah elektronik yang harus saya hasilkan jika
harus memuaskan keinginan untuk lebih bisa diterima lingkungan sosial kita.
Benda-benda tersebut hanya alat bantu untuk memudahkan kita. Oleh karena itu,
saya hanya meletakkan fungsinya tetap sebagai alat bantu, sayalah pemeran
utamanya dalam hidup saya. (hohoho kadar narsis saya lebih tinggi dari yang Anda
dapat bayangkan).
Salah seorang saudara saya pernah berkomentar, “Motor lama kan polusinya
lebih besar dari pada motor baru”.
Dengan mudah akan saya jawab, “Tapi ketika saya memutuskan membeli motor
baru, motor lama ini akan digunakan orang lain. Secara tidak langsung saya
berkontribusi pada polusi yang justru lebih besar”.
Dari pada sekedar menjual pada orang lain, saya lebih tertarik untuk
mendaur ulang motor tersebut. Masalahnya, saya masih kesulitan menemukan tempat
yang dapat mengelola sampah jenis ini. Tidak dapat dipungkiri, kemampuan kita
untuk menghasilkan sampah elektronik jauh lebih tinggi dari pada kemampuan kita
untuk mendaur ulang barang-barang tersebut. Kadang terpikir, “Apakah ada kampus
teknik atau perusahaan, sebesar dan setenar Samsung dan Apple misalkan, yang
berpusat pada bagaimana mengolah dan mendaur ulang sampah elektronik? Sebagai counter balance dari memproduksi
barang-barang elektronik”.
Selain berpikir saya juga berupaya untuk melakukan hal-hal konkrit. Salah
satunya, saya akan mencari informasi bagaimana perusahaan tersebut juga
berkomitmen terhadap lingkungan sebelum membeli sebuah produk elektronik.
Bagi saya, itu adalah selemah-lemah iman untuk membantu masalah sampah. Membeli
produk dari perusahaan yang peduli lingkungan mengurangi perasaan bersalah
karena telah menghasilkan sampah sekaligus merasa telah menjadi bagian dari usaha
mengurangi masalah. Saya tidak peduli apakah informasi yang disediakan
perusahaan itu hanya bagian dari usaha marketing. Saya hanya peduli bahwa
setidaknya ada usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi dampak.
No comments:
Post a Comment