Tulisan ini terinspirasi dari sebuah film Jepang dengan Judul No body’s
Perfect (2010) yang ternyata sudah ada versi dramanya juga. Pertama kali menonton film ini di sebuah maskapai nasional kita dalam penerbangan saya ke Jayapura (2011). Pemeran utama film ini adalah seorang guru (Shinnosuke
Akao) yang tidak mempunyai lengan dan kaki sejak lahir. Film ini bercerita
setidaknya tentang dua hal. Pertama tentang bagaimana Mr. Akao mengatasi
masalahnya sebagai seorang yang memiliki kekurangan secara fisik. Kedua,
pengalaman Mr. Akao sebagai guru baru menghadapi 28 muridnya di kelas lima.
Saya sangat merekomendasikan terutama kepada sahabat dan teman-teman yang
berprofesi sebagai guru dan dosen namun tidak menutup kemungkinan bagi semua
orang tua dan penonton secara umum.
Sebagai seorang guru saya memberikan empat jempol saya untuk keteladanan
beliau. Seorang guru dimata Akao dan yang saya pahami dari film ini adalah
seseorang yang bukan hanya mengajarkan pengetahuan tapi juga pengajaran
moralitas. Guru-guru seperti inilah yang dapat membangkitkan motivasi internal
muridnya untuk tidak hanya belajar tentang pengetahuan tapi juga tentang tata
krama dan budi pekerti. Mr. Akao menunjukkan bahwa lebih penting mencari tahu apa
motivasi seorang pencuri sepatu di kelas mereka dibandingkan siapa pelakunya.
Sikap terbuka dan mendiskusikan bersama-sama dalam kelas ini menumbuhkan
kepercayaan satu dengan yang lain bahkan termasuk sang pencuri. Kepercayaan bahwa
ia tidak akan diadili dengan semena-mena tetapi justru didengarkan dan
dimengerti. Meki tentu saja pencurian tidak bisa dibenarkan tetapi pendekatan
mr.Akao memungkinkan seorang yang mengambil barang orang lain tanpa ijin untuk
mau belajar minta maaf dan mengakui kesalahannya. Dan pembelajaran ini yang
lebih penting untuk ditekankan pada anak usia sekitar 11 tahun.
Sebagai seorang guru, salah satu metode yang ingin saya tiru adalah
mengenai pemahaman bahwa tidak ada orang yang sempurna melalui dirinya sendiri.
Ia tidak malu-malu menunjukkan ketidaksempurnaannya di depan murid-muridnya.
Namun di sisi lain beliau juga menunjukkan bahwa ia tetap punya kelebihan yang
lain. Sehingga salah satu pelajarannya adalah dengan memberikan secarik kertas yang
berisi:
Meski Saya_________________ namun saya____________________
Ia meminta murid-muridnya untuk mengisi titik-titik pertama dengan
kekurangannya dan mengisi kelebihan yang dimiliki setelah kata ‘namun saya’.
Hal ini dipadukan dengan pemilihan waktu yang tepat akan sangat membantu
anak-anak untuk berefleksi secara mendalam mengenai dirinya sendiri. Tidak
malu-malu mengakui kekurangannya dan menerima kelebihannya akan membuat
murid-murid ini tahu apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi hal tersebut. Sebaliknya
usaha untuk menutupi dan defensif justru akan membuat prilaku yang kurang baik
seperti mencuri sepatu dalam film ini.
Hal lain yang saya kagumi dari film ini adalah bagaimana Mr. Akao mengajarkan mengenai minoritas. Sebagai orang yang tergolong kelompok mayoritas di Indonesia (saya Muslim, Jawa, dan tidak ada cacat fisik) membuat kesensitifan saya mengenai hal ini perlu lebih diasah lagi. Mr. Akao menjelaskan dengan sangat gamblang bahwa menjadi berbeda itu bukan selalu hal yang aneh dan harus dijadikan bahan olok-olokan. Sesuatu atau seseorang dianggap aneh hanya karena dia berbeda dari umumnya. Padahal berbeda bukan berarti sesuatu yang jelek. Tidak memiliki tangan dan kaki memang akan sedikit menyulitkan untuk melakukan aktifitas sehari-hari tetapi bukan sesuatu yang buruk, dalam konteks film ini. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa, menghargai perbedaan itu sangat penting. Karena setiap kita berpotensi untuk berbeda bukan hanya tentang bentuk tubuh tetapi juga warna kulit, suku, agama. Sebuah pembelajaran pluralisme yang sangat diperlukan oleh anak-anak Indonesia.
Terakhir, jika Anda belum menonton film ini, saya sangat menganjurkan Anda
untuk menonton. Bahkan kalaupun Anda sudah menonton, jangan sungkan-sungkan
untuk menonton ulang. Saya yakin ada banyak hal tersembunyi lain yang dapat
Anda pelajari dalam film ini.
2 comments:
ulasan yang sangat menarik mbak, jadi kepingin nton filmnya. btw salam kenal ya. saya terdampar di blog mbak waktu googling ttg umea university. lain x saya blh nanya2 g mba?
halo Lizafathia. iya, filmnya memang bagus banget lho, nyesel deh kl ngga nonton hehe. boleh2. dirimu tinggal dimana? kl di jogja alumni dan calon mahasiswa swedia ada pertemuan buka bersama tanggal 11 Juli 2014. japri ya ke neoroel@gmail.com
Post a Comment