Jangan Lukai Merah Putih
65 tahun bendera Merah Putih berkibar di bumi Indonesia
65 tahun semangat Merah putih berkibar di hati sanubari bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia telah menoreh sejarahnya
Sejarah yang ditopang oleh cita-cita
Sejarah yang ditopang oleh komitmen
Sejarah yang ditopang oleh pengorbanan
Sejarah yang ditopang oleh kesepakatan
Sejarah yang ditopang oleh kebersamaan dalam kebhinekaan
Maknailah sejarah Merah Putih dengan kearifan hati merah putih
Maknailah amanat HB IX/PA VIII 5 September 1945 dengan kearifan hati merah putih
Maknailah keistimewaan Yogyakarta dengan kearifan hati merah putih
Dengarkan aspirasi Yogyakarta dengan kearifan hati merah putih
Suarakanlah aspirasi Yogyakarta dengan kearifan hati merah putih
Sejarah adalah garis waktu yang hakiki
Sejarah tidak bisa semata dimaknai untuk dihapus dengan perspektif regulasi
Sejarah tidak bisa semata dimaknai untuk dilupakan dengan perspektif politik
Amanat 5 September 1945 adalah bagian sejarah berkibarnya merah putih
Keistimewaan Yogyakarta adalah bagian sejarah berkibarnya merah putih
Jangan lukai merah putih
Salam Jogja, Salam Indonesia. Jaya!
(Herry Zudianto, 2010)
Sunday, December 12, 2010
Tuesday, November 23, 2010
Love from Sweden
One day prior to my birthday in 2010, they came. We had been in touch via emails so far. I had no idea about who they were until i saw an email from Mr.Tahir in the mailing list, milist, called kids_x. A place to give support within our small Indonesia community in Sweden. Mr Tahir has a special talent in photography. He shared to us his a link to see his awesome picture collections about those two beautiful women whom i picked them up in the airport. I had no meaningful obstacle to recognize Stina Andersson and Lovisa Torstensson in the crowded.
Let me tell you a secret. I adore them from the very beginning for their noble ideas and efforts. That is the real reason why i kept their figure easily in my mind. My honor is given to their brave, passionate and decent attention towards Indonesia’s children. They are young, that is undeniable. They are, actually, strangers from our (Indonesia) point of view. Sweden is just far away from the equator, up north next to the pole. It was even the first trip for Lovisa to step her foot to Indonesia. They are strong and kind hearted women, i would say.
We tried to find out a place where we can share their attention and love. My first choice did not suit their objective well. We looked for several orphanages and finally we were agree to help children with mental retardation in Panti Asih. As you can see in www.godvilja.blogg.se, this place is fulfilled by hundred persons whom need special attention. Unfortunately, during the Merapi mountain eruption they had to be evacuated. This disaster had been started from October 26th. I hope they save and stay healthy whereever they are.
I wish i could contribute and give more. It feels like i help myself when i help them, Lovisa, Stina and the children. Our life is not merely about ourselves. We live together. There must be something we could do for the others. I will not hesitate about this fact anymore.
But hej!! They came to Indonesia and Yogyakarta. This is the second tourism place after Bali. And you can not say that you are already in Yogyakarta until you step your feet in Malioboro street and Borobudur temple, the biggest Budhist temple in the world. Yes, even the most honorable person in the world need to rest and relax themselves. We deserve to breath the fresh air and enjoy the beautiful scenery. Tack sa mycket, min kompis!!We welcome you back sooner or later, my sisters.
Friday, July 16, 2010
The Road Not Taken
This is the original poem of my previous poem in Bahasa version. It was written by Robert Frost (1916) and told us about the importance of independence and personal freedom with all of its consequences followed after the decision being taken. Therefore, rationalization is needed because once we take a certain road, there's no turning back. Well, at least the past cannot be changed.
Two roads diverged in a yellow wood,
And sorry I could not travel both
And be one traveler, long I stood
And looked down one as far as I could
To where it bent in the undergrowth;
Then took the other, as just as fair,
And having perhaps the better claim,
Because it was grassy and wanted wear;
Though as for that the passing there
Had worn them really about the same,
And both that morning equally lay
In leaves no step had trodden black.
Oh, I kept the first for another day!
Yet knowing how way leads on to way,
I doubted if I should ever come back.
I shall be telling this with a sigh
Somewhere ages and ages hence:
Two roads diverged in a wood, and I—
I took the one less traveled by,
And that has made all the difference.
NB: Picture was taken from the google image
Monday, July 12, 2010
Persimpangan Jalan (mungkin..)
Dua jalan bercabang di hutan yang menguning
Maaf aku tidak bisa melewati keduanya
sebagai satu-satunya pengelana, lama aku berdiri
Menatap salah satunya sejauh mungkin
Sampai jalan itu berbelok di semak-semak
Lalu kupilih jalan yang lain, sama rupa dan wujudnya
Mungkin malah tampak lebih baik
Karena jalan itu berumput dan ingin dipijak
Meski lalu lalang di tempat itu
Telah sama-sama mengubah keduanya
Pagi itu dua jalan sama-sama terentang
Tertutup daun-daun yang tidak pernah terinjak
Oh, kusimpan yang pertama untuk lain hari
Meski melihat dari pengalaman
Aku ragu apakah aku akan kembali
Dengan berat aku bercerita
Pada masa yang teramat lampau
Dua jalan bercabang di hutan dan..
Aku memilih jalan yang jarang dilalui orang
Dan pilihanku sudah membuat perbedaan besar
diambil dari "The winner stands alone_Paulo Coelho". Puisi aslinya tanpa mencantumkan judul :)
NB: gambar diambil dari google image
Wednesday, May 26, 2010
Sang Pemain Harpa
“Nanti kan konser Harpa dan saxophone, Rul. Pasti bagus!” Kata Sari Wulandari.
Aku mengangguk, ”Owh jadi konser Harpa dan saxophone sore nanti,” Kataku dalam hati.
Aku memang belum tahu konser apa yang akan kutonton. Tapi dari dulu aku tahu FK UGM dan Karta Pustaka kerap menghadirkan pemusik-pemusik handal dari Belanda. Sejak awal tahun 2000-an, aku memang sangat ingin menonton acara musik seperti ini.
Akhirnya kesempatan itu datang. Saxophone, aku sering mendengar instrumen ini terutama ketika KennyG sangat terkenal, sekitar tahun 1990-an. Sedangkan Harpa, baru beberapa kali aku melihat liputannya dan cuplikan permainannya. Tapi melihat dan mendengar langsung kedua alat musik ini bermain, pasti LUARR BIASA!!
Promosi kegiatan yang diselenggarakan di Auditorium FK UGM pada tanggal 18 Mei 2010 ini biasa-biasa saja, kalau bisa dikatakan nyaris tidak ada. Setelah sekitar 15 menit konser berlangsung aku baru bisa membaca nama-nama pemain di atas panggung.
“Lavinia Meijer (pemain Harpa), dan Aurelia Saxophone Qurtet”, Bacaku perlahan dari brosur empat halaman.
Monday, March 01, 2010
Antidotum untuk tindakan tidak rasional, adakah?
Ini adalah buku pertama yang membuat saya betah menyelesaikan satu babnya dalam perjalanan menggunakan bus. Kebetulan bagian yang saya baca adalah bagian yang ringan yang akan saya ‘share’ di bagian berikutnya dari tulisan ini.
Buku yang akan saya bahas ini secara keseluruhan menjelaskan mengenai begitu seringnya kita melakukan dan mengambil keputusan-keputusan tidak rasional. Setiap dari kita beresiko untuk mengalaminya tidak peduli apakah kita rakyat biasa, birokrat ataupun akademisi. Bahwa tanpa kita sadari, keputusan kita sering dipandu oleh ketidakrasionalan betapapun terpelajarnya kita.
Membaca buku ini mengingatkan akan bahaya yang sebenarnya bisa dicegah jika kita mempertimbangkan fakta-fakta. Namun ada saatnya beberapa kondisi situasional dan psikologi lebih mempengaruhi pengambilan keputusan kita. Salah satu contohnya adalah apa yang dialami oleh Kapten penerbangan maskapai KLM Jacob van Zanten, 1994. Ia adalah pilot dengan jam terbang yang tinggi, sangat memahami prosedur tetap penerbangan, baru saja mengikuti pelatihan keamanan penerbangan plus reputasi dan prestasi yang tidak diragukan. Keputusan tidak rasional yang dipilihnya menghasilkan tabrakan maut dengan Pan Am 747 di Pulau Tenerife dan mengakibatkan 584 orang meninggal dunia pada saat itu. Fakta yang ada adalah kabut yang sangat tebal, jarak pandang yang terlalu pendek, tidak adanya ATC clearance dan tidak adanya informasi takeoff clearance. Kita percaya saja bahwa beberapa hal tersebut sangat penting untuk memutuskan apakah pesawat bisa terbang atau tidak. Van Zanten memilih untuk mengabaikan kenyataan itu. Ia lebih memilih untuk memprioritaskan ‘ketepatan waktu’, reputasinya dan maskapai penerbangannya dibandingkan keselamatan bersama.
Ada lebih banyak contoh keputusan-keputusan tidak rasional yang dicontohkan dalam buku ini. Salah satunya adalah mengenai bagaimana “memanipulasi” perasaan seseorang. Ini adalah bagian pembuka yang membuat saya betah membaca buku ini di dalam bus (bagian kelima). Inti dari penelitian yang dilakukan oleh Dutton dan Aron adalah bagaimana kondisi yang menegangkan dan penuh tantangan dapat berkorelasi dengan ketertarikan seorang pria terhadap wanita.
Saturday, February 27, 2010
Bagaimana mungkin
Bagaimana mungkin aku tak merindumu
Setelah sekian lama tak bertemu
Bagaimana mungkin aku melupakanmu
Ketika adaku melalui perantaraanmu
Setelah diantara sesak dan lara yang kau derita , masih juga mengingat hari lahirku dan merayakannya bersama meski sangat sederhana
Bagaimana mungkin tidak kucintai dia
Yang telah kau pilih untuk mendampingimu dengan setia
Yang selalu mencintai dan mendoakanku dengan hati yang tulus
Bagaimana mungkin kutak hendak kumencium kekasihmu
Ketika kulihat rambut putihnya adalah bukti seberapa lama ia membimbingku
Ketika aku terlalu merindukanmu namun tak mungkin lagi ada perjumpaan
Dan bagaimana mungkin kulepas impian dan harapanku
Padahal dulu sekuat tenaga kau bantu aku untuk melemparkannya ke langit di antara gugusan bintang
Dan menanamnya dalam agar lebih kokoh aku bertopang
But yes, i should admit that “There are people we can’t live without but have to let go” and still i will always be your little girl, Ayah.
Tasikmalaya, 27 Februari 2010
Setelah sekian lama tak bertemu
Bagaimana mungkin aku melupakanmu
Ketika adaku melalui perantaraanmu
Setelah diantara sesak dan lara yang kau derita , masih juga mengingat hari lahirku dan merayakannya bersama meski sangat sederhana
Bagaimana mungkin tidak kucintai dia
Yang telah kau pilih untuk mendampingimu dengan setia
Yang selalu mencintai dan mendoakanku dengan hati yang tulus
Bagaimana mungkin kutak hendak kumencium kekasihmu
Ketika kulihat rambut putihnya adalah bukti seberapa lama ia membimbingku
Ketika aku terlalu merindukanmu namun tak mungkin lagi ada perjumpaan
Dan bagaimana mungkin kulepas impian dan harapanku
Padahal dulu sekuat tenaga kau bantu aku untuk melemparkannya ke langit di antara gugusan bintang
Dan menanamnya dalam agar lebih kokoh aku bertopang
But yes, i should admit that “There are people we can’t live without but have to let go” and still i will always be your little girl, Ayah.
Tasikmalaya, 27 Februari 2010
Tuesday, February 16, 2010
INDAHNYA TOLERANSI
Bulan ini mungkin bulan bermimpi bagi saya. Setelah bermimpi Indonesia menjadi negara yang bebas rokok. Kali ini saya memimpikan Indonesia menjadi negara yang penuh toleransi dan kebersamaan. Semua warga negaranya bebas mengemukakan pendapat dan mengembangkan potensi yang dimiliki.
Sekali lagi, mimpi saya ini bermula dari aktivitas saya di dunia maya. Minggu ini saya berusaha mendaftar sebuah mata kuliah , satu bulan, di Canada. Ada sembilan langkah yang harus dilalui untuk mendaftar. Dalam salah satu langkahnya saya harus menginformasikan hal-hal yang terkait dengan kebutuhan sehari-hari saya.
Bagian pertama dari langkah ini, saya harus memilih pola diet apa yang saya inginkan. Pilihannya dimulai dari vegan (tidak makan daging, produk ternak, ikan), vegetarian,makanan halal, diet diabetes, alergi kacang, bebas laktosa dan beberapa pilihan lain. Saya sangat berterima kasih bahwa bahkan untuk negara yang warga muslimnya minoritas, panitia masih menghargai tamunya yang mungkin saja beragama Islam. Kenyataan bahwa di antara mahasiswanya kelak ada yang mempunyai penyakit diabetes juga tidak luput dari perhatian.
Ini bukan kali pertama saya menemui hal ini. Sebelumnya, ketika ada pertemuan sesama penerima beasiswa SI, Swedish Institute, saya juga tetap diberi pilihan makanan halal. Saya sangat menghargai bagaimana panitia berusaha untuk menghormati tamunya. Bahwa penderita diabetes perlu diet khusus juga mereka perhatikan. Mereka menganggap hal ini sebagai bagian dari service mereka dan lebih dari itu mereka membantu untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat secara umum.
Panitia juga menanyakan apakah (calon) mahasiswa mempunyai kondisi medis yang membutuhkan perawatan khusus. Selain itu, (calon) mahasiswa juga diminta mengindikasikan jika mempunyai kecacatan seperti sulit mendengar, menggunakan kursi roda dan gangguan pandangan. Satu hal lagi yang saya respek dari panitia mata kuliah ini adalah bahwa mereka benar-benar memberi kesempatan belajar kepada semuanya. Saya membayangkan saudara-saudara kita yang hanya karena kakinya kurang berfungsi sempurna dan harus menggunakan kursi roda harus merelakan potensinya terpendam.
Bukan karena universitas menghambat mereka ikut serta. Tapi secara tidak langsung akses menuju gerbang ilmu itu sulit mereka raih. Bus, kereta dan alat transportasi yang ada saat ini sangat mendiskriminasi keberadaan saudara-saudara kita ini. Kalau saya menderita kebutaan atau gangguan pendengaran dan harus bersekolah di SLB, hampir pasti kesempatan saya untuk berkembang tidak sebesar teman-teman saya yang normal.
Sekali lagi saya bermimpi, Indonesia yang saya cintai ini bisa lebih menoleransi saudara-saudaranya yang memiliki kondisi dan pilihan ‘khusus’ dalam hidupnya. Setiap orang berhak untuk berkembang. Dan setiap dari kita berhak menghargai 'pilihan' saudara kita itu :)
BERDAMAI DENGAN TUHAN 9 CM [3]: FINLANDIA BEBAS ROKOK 2040
Saya masih terpesona dengan sebuah artikel berjudul “Finland smoke-free by 2040”. Mungkin agak terlambat untuk mengetahui hal ini, karena artikel ini dimuat pada tanggal 29 September 2009. Namun usaha pemerintah Finlandia untuk menjadikan negaranya sebagai kawasan bebas rokok masih membuat saya mengacungkan jempol (empat buah).
Finland smoke-free by 2040 berimplikasi pada banyak hal yang akan saya coba uraikan di bawah ini.
1. Orang tua harus memastikan bahwa mereka membesarkan generasi muda bebas rokok. Mungkinkah untuk tidak melahirkan “new smoker” di dalam komunitas masyarakat? (mungkin pertanyaan saya ini terlalu merepresentasikan pesimistik)
2. Memastikan bahwa penurunan jumlah perokok sebanyak 10% pertahun. Angka 10% saja cukup fantastis bagi saya. Dan secara konsisten sampai tahun 2040?? Hmm baiklah mungkin bisa dicapai jika usaha kita didukung oleh banyak pihak
3. Kematian dan kesakitan prematur akibat merokok akan dapat diturunkan. Membayangkan negara tanpa asap rokok saja sudah cukup membuat saya bernapas sangat lega. (Atau sebaiknya saya pertimbangkan untuk hidup di finlandia? Kalau ada kesempatan)
4. Jika Finlandia benar-benar ingin mengisolasi diri bagi perdagangan rokok, saya bertanya-tanya pedagang mana yang mau tetap menjual produk tembakau sampai tahun 2040.
Di luar empat implikasi minimal yang saya uraikan di atas, saya sangat salut terhadap usaha untuk menjadikan Finlandia bebas rokok. Mungkin sedikit bermimpi jika saya berharap hal yang sama terjadi di bumi Indonesia tercinta. Jangankan bebas rokok, pembuatan UU mengenai pembatasan zat-zat adiktif saja sudah coba untuk dijegal. Usaha untuk mengurangi iklan rokok masih ditentang.
Saya teringat, satu pengalaman di sebuah restauran di Jl. Urip Sumoharjo. Malam itu, usai menonton dengan seorang kawan saya makan malam bersamanya. Di sela-sela menikmati hidangan yang ada, serombongan cewek cantik bin seksi datang dan mendekati semua pengunjung pria secara personal. Mereka menawarkan produk rokok tersebut dan berusaha membujuk bahkan pada yang tidak merokok. Terus terang saya terkejut dengan adegan ini. Apakah iklan dengan banner super besar dan iklan yang gencar di TV masih belum cukup? Saya iseng ingin memotret mbak-mbak cantik ini, sayang ditolak.
Mau jadi apa negeriku ini? di saat negara lain berusaha menghentikan penyebaran rokok ini, di negara kita justru semakin subur iklannya. Orang yang tidak merokok di persuasi scr personal untuk menghisap racun. Padahal dengan tidak merokok saja kita sudah menghisap racunnya (second-hand smoker). Bahkan jika kita tidak sempat bertemu langsung dengan asapny kita masih bisa mendapatkan efek negatifnya yang melekat di baju, sofa, selimut dan lain-lain (third-hand smoker).
Finland smoke-free by 2040 berimplikasi pada banyak hal yang akan saya coba uraikan di bawah ini.
1. Orang tua harus memastikan bahwa mereka membesarkan generasi muda bebas rokok. Mungkinkah untuk tidak melahirkan “new smoker” di dalam komunitas masyarakat? (mungkin pertanyaan saya ini terlalu merepresentasikan pesimistik)
2. Memastikan bahwa penurunan jumlah perokok sebanyak 10% pertahun. Angka 10% saja cukup fantastis bagi saya. Dan secara konsisten sampai tahun 2040?? Hmm baiklah mungkin bisa dicapai jika usaha kita didukung oleh banyak pihak
3. Kematian dan kesakitan prematur akibat merokok akan dapat diturunkan. Membayangkan negara tanpa asap rokok saja sudah cukup membuat saya bernapas sangat lega. (Atau sebaiknya saya pertimbangkan untuk hidup di finlandia? Kalau ada kesempatan)
4. Jika Finlandia benar-benar ingin mengisolasi diri bagi perdagangan rokok, saya bertanya-tanya pedagang mana yang mau tetap menjual produk tembakau sampai tahun 2040.
Di luar empat implikasi minimal yang saya uraikan di atas, saya sangat salut terhadap usaha untuk menjadikan Finlandia bebas rokok. Mungkin sedikit bermimpi jika saya berharap hal yang sama terjadi di bumi Indonesia tercinta. Jangankan bebas rokok, pembuatan UU mengenai pembatasan zat-zat adiktif saja sudah coba untuk dijegal. Usaha untuk mengurangi iklan rokok masih ditentang.
Saya teringat, satu pengalaman di sebuah restauran di Jl. Urip Sumoharjo. Malam itu, usai menonton dengan seorang kawan saya makan malam bersamanya. Di sela-sela menikmati hidangan yang ada, serombongan cewek cantik bin seksi datang dan mendekati semua pengunjung pria secara personal. Mereka menawarkan produk rokok tersebut dan berusaha membujuk bahkan pada yang tidak merokok. Terus terang saya terkejut dengan adegan ini. Apakah iklan dengan banner super besar dan iklan yang gencar di TV masih belum cukup? Saya iseng ingin memotret mbak-mbak cantik ini, sayang ditolak.
Mau jadi apa negeriku ini? di saat negara lain berusaha menghentikan penyebaran rokok ini, di negara kita justru semakin subur iklannya. Orang yang tidak merokok di persuasi scr personal untuk menghisap racun. Padahal dengan tidak merokok saja kita sudah menghisap racunnya (second-hand smoker). Bahkan jika kita tidak sempat bertemu langsung dengan asapny kita masih bisa mendapatkan efek negatifnya yang melekat di baju, sofa, selimut dan lain-lain (third-hand smoker).
Subscribe to:
Posts (Atom)