Monday, July 13, 2009

Bali, semoga selalu berbakti

“Apa salah satu pulau wisata paling terkenal di dunia?”

Bangga akan kujawab, ”BALI”. Ya, kini aku percaya bahwa pulau ini termasyur bahkan sampai ke ujung dunia. Sungguh-sungguh ujung dunia karena Swedia terletak di ujung utara, bertetangga dengan kutub utara.

Kalau Anda bertanya kepada orang Swedia mengenai hal yang mereka ketahui tentang Indonesia. Hampir pasti tiga diantaranya adalah Bali, negara muslim terbesar, dan hutan tropis. Aku selalu terkesan dengan sikap sopan sekaligus keingintahuan mereka. Sering mereka bertanya tentang asal kita. Dan menyebut nama Indonesia kadang merupakan petunjuk pertama untuk membuka ke bahan pembicaraan berikutnya BALI.

Bali adalah sebuah pulau bertuah yang mampu membuat orang-orang dari negara kutub ini rela melakukan perjalanan yang melelahkan. Hasil pembicaraanku bukan saja dengan kawan, bahkan dari seorang pelayan toko ataupun seorang masinis.

Tersesat di Stockholm dini hari di bulan November 2008, aku berkesempatan ngobrol dengan seorang masinis. Seharusnya aku panik, karena salah menggunakan kereta padahal itu adalah kereta terakhir.

How will you suggest me to do if i want to go to Kista?” Tanyaku pada seorang masinis.

Dengan rendah hati masinis itu mengantarku ke Rinkeby. Dia membantuku dengan menggunakan kereta panjang dan canggih itu. Aku berdiri di sampingnya. Basa-basi dia bertanya tentang asalku. Tak berapa lama dia mulai bercerita mengenai rencananya untuk ke Bali tahun lalu.

Aku masih sempat mempromosikan Bali sambil terus mengawasi rel yang berjajar dan kegelapan di depan. Kuyakinkan dia bahwa dia harus meneruskan rencananya dan bla.bla.bla

Tidak semua manis jika itu terkait dengan Bali. Bukan hanya sekali aku mendapat pertanyaan yang ‘mengocok’ otakku, membuat perutku mulas, berkeringat, speechless. Mungkin deskripsi ini terlalu hiperbolik. Tapi silakan deskripsikan perasaan Anda jika Anda mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Yakin Bali itu di Indonesia?”

Tueng.eng.eng. Limbung aku mendapat pertanyaan seperti itu. Pertanyaan itu membuatku bahkan meragukan bahwa matahari terbit dari timur. Padahal aku meyakininya dari semenjak kecil. Itu semacam dogma, yang tidak akan pernah kupertanyakan lagi.

Shock terberat ketika mendapat pertanyaan itu pertama kali. Perlu beberapa waktu untuk menyadari bahwa aku tidak salah dengar. Bahwa ia bersungguh-sungguh dengan pertanyaannya. Aku tidak tahu apa yang salah dengan promosi turisme Indonesia.

Dan lebih heran lagi ketika salah seorang staf KBRI di Stockholm menceritakan pengalaman yang sama.

“Saya ingin ke Bali, haruskah saya membuat visa Indonesia?”

Ada dua hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, Tingkat kemasyuran Bali melebihi induknya, Indonesia. Kedua, Bali itu Indonesia. Kalau boleh saya mewakili kata hati mereka. Saya hanya ingin ke Bali kok harus repot-repot visa Indonesia. Tapi haruskah Indonesia itu Bali? Dominasi selalu meremukkan sisi-sisi potensial. Dan dominasi Bali terhadap sektor turisme di Indonesia bisa melumpuhkan daerah-daerah lain.

Aku ingatkan lagi tiga hal yang mereka ingat tentang Indonesia: Bali, muslim terbesar dan hutan tropis. Hal pertama bertolak belakang dengan hal ketiga menurut logika mereka. Bali adalah sesuatu yang beradab, modern, tempat kenyamanan dan kemewahan dengan harga murah. Namun gambaran lain tentang Indonesia yang tidak kalah kuat adalah hutan, minim fasilitas, alami. Hal ini memunculkan pertanyaan yang saya sebut di atas.

Beruntung hubungan induk - anak antara Bali dan Indonesia terbilang akur dan harmonis. Setidaknya tidak ada konflik berdarah seperti yang dirasakan oleh saudara-saudara kita di Aceh dan Papua. Saya bukan seorang politisi. Sama sekali tidak ada ilmu tentang bagaimana membentuk sebuah negara. Saya hanya bersyukur, bahwa BALI adalah ‘anak’ yang berbakti.

Pulau ini kecil namun mandiri. Sektor turisme sangat maju. Bidang kesehatannya cukup sigap mendukung. Pemerintahannya stabil tanpa ada gejolak yang berarti. Orang-orangnya giat bekerja. Bisnis berkembang pesat. SDM sama dengan Jawa secara umum.
Semoga hal di atas tidak memicunya untuk lepas dari ‘pelukan’ Induknya. Semoga ia tetap menjadi ‘anak’ yang berbakti. SEMOGA!

No comments: