Saturday, August 22, 2009

15 Tahun Nurul - Astiti


“Nurul, aku naek Kereta jam 8 am dari Stasiun Tugu”.

“OK, kita qtemu besok aj ya”.

Juli 2009. Selalu seperti itu. Mungkin memang kita telah menemukan pola persahabatan kita. Sebuah pertemuan selama lima menitpun akan selalu berkesan. Tidak setiap hari kita bertukar kabar..bahkan tidak pula sebulan sekali. Terkadang malah setahun sekali. Mungkin justru itu yang membuat persahabatan kita awet.

Kalau tidak aku yang memburumu ke stasiun atau bandara, pastilah kau yang memburuku ke bandara. Dua kali berangkat ke Swedia, aku selalu nervous mencari – carimu untuk melepasku. Dan setelah 15 tahun, tetap saja datang di detik – detik terakhir. Padahal tidak ada percakapan spesial. Hanya sekedar ingin bertemu, senyum dan bertukar kabar penting.

Aku selalu berharap kamu datang. Menunggu ucapan selamat darimu saat dua kali wisudaku. Semakin cemas, karena alm. Ayah tak sabar menunggumu hingga akhirnya tak sempat bertemu. Ato sibuk mencarimu yang sedang sibuk menyelesaikan wisuda. Beruntung tahun lalu aku pulang ke Jogja dan melihatmu wisuda. Tahun ini, sekali lagi dewi fortuna menghampiriku untuk menemanimu menyempurnakan separuh dienmu.

Sejak SMP, kita sibuk dengan urusan masing – masing. Mengikuti ekskul yang berbeda. Memiliki kawan karib yang tak sama. Cara pandang yang berlainan. Well, aku memang tidak bisa mengikutimu kemana – mana. Kita memiliki cara yang berbeda untuk kehidupan kita. Tapi aku tahu kalau akulah yang spesial (Narsis MODE:ON).
Beberapa tahun lalu, tiba-tiba kau mengundangku menyaksikan final lomba pidato Bahasa Jepang. Aku datang meski tak tahu kau bicara apa.

Minna –san...”

Watashi wa. . bla.bla”.

Aku bangga menyaksikanmu tampil hebat di depan sana, bahkan terharu. Apalagi kau menjadi juara dan berhak melenggang ke tingkat nasional (aku nyaris dapat door prize lagi :d). Beberapa hari setelah itu baru aku tahu bahwa pidatomu itu tentang persahabatan kita. Tentang aku? Aku tahu aku memang terlalu berharga untukmu. Tak mudah bagimu untuk menyatakannya dengan bahasa yang mudah kumengerti (hahaha). Arigatou gozaimasu, ne! Meski aku DO belajar Bahasa Jepang, tapi aku masih menyimpan kamus pemberianmu. Hehehe (untuk pajangan).

Sejak tahun 1994, 15 tahun berlalu. Aku tahu, aku masih menjadi sahabat terbaikmu (hohoho_menyeringai MODE:ON). Perayaan kita kali ini adalah dengan upacara pernikahanmu. Semoga menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah, langgeng terus sampai takdir memisahkan.

Terima kasih sudah menjadi sahabatku selama 15 tahun. Semoga masih tetap berlanjut setelah ini. Sahabat bukanlah orang yang selalu kita ajak jalan-jalan atau chat. Tidak melulu menjadi tempat curhat kita. Bahkan tidak selalu ada ketika kita butuhkan. Namun ia adalah orang yang memberi kesempatan pada kita untuk menjadi diri kita seutuhnya. Dan diam-diam mendoakan kita dalam hening malam.

Wednesday, August 12, 2009

Katakan saja rasa itu

"Saya sebenarnya kagum dengan istri saya," Kata laki-laki separuh baya di sampingku.

"Sudah bapak katakan?" Tanyaku polos.

"Ahh dia sudah tahu itu. Kayak orang pacaran saja," Jawabnya sambil tersenyum simpul.

Bandara Soekarno Hatta diam. Aku diam tapi dalam hatiku ramai tak tertahan. Apa salah mengatakan perasaan kita apa adanya? Apalagi ungkapan rasa sayang dan terima kasih kepada pasangan. Orang yang telah mendampinginya bertahun-tahun dan melahirkan putra-putrinya.

Kalau dipikir, Allah itu dekat lebih dekat dari urat leher kita. Bukan hanya itu dia Maha Mengetahui apa yang tersembunyi di hati setiap hambaNya. Toh Ia tetap mengharap kita untuk berdoa dan memujaNya.

Paham apa yang aku maksud? Seandainya bapak itu mengatakan pada istrinya, pastilah ia akan senang. Istrinya mungkin saja sudah mengetahui tapi pengakuan dan sanjungan yang berasal dari suaminya adalah penghargaan besar baginya. Memberi hangat dalam hatinya dan perasaan bahwa ia dicintai.

Aku kasihan pada bapak ini, yang bahkan untuk mengungkapkan sanjungan pada istrinya begitu sulit. Mungkin beliau belum benar-benar mengerti arti kata terlambat. Beliau tidak tahu bagaimana seorang yatim mengharap waktu berputar ulang sekedar untuk mengatakan rasa sayang kepada ayah/ ibunya yang telah tiada. Beliau lupa, bagaimana seorang lelaki menyesal karena terlambat mengungkapkan perasaannya pada perempuan yang dicintainya. Bagaimana janda/ duda berharap agar pasangannya kembali dan berandai-andai akan memberikan lebih banyak.

Cinta dan perasaan apapun itu adalah keputusan sepihak. Kita bisa memutuskan untuk menyukai atau membenci seseorang. Tapi jangan terlalu berharap orang yang kita suka atau benci akan membalas sama seperti apa yang kita rasa. Menyatakan kekaguman dan perasaan sayang itu adalah anugerah. Meskipun perasaan kita ditolak, yakinlah bahwa orang yang menerima pernyataan kita akan menghargainya. Suatu saat jika ia sedang 'jatuh' ia akan ingat ada seseorang yang mencintainya.

One day in your life
You'll remember a place
Someone touching your face
You'll come back and you'll look around you

One day in your life
You'll remember the love you found here
You'll remember me somehow
Though you don't need me now
I will stay in your heart
And when things fall apart
You'll remember one day

Sunday, August 02, 2009

Kambing hitam itu bernama Setan

Sore ini aku mengobrol santai dengan ibu. Berdua saja di meja makan dengan Tengleng di hadapan kami. Beliau begitu asyik masyuk dengan tulang-tulang di hadapannya.

"Besok senin, nggih?" Tanyaku,"Pingin puasa".

"Halah, biasanya alarm aja yang sahur," Protes ibu.

hehehe. Aku memang biasa menyalakan alarm pukul tiga dini hari dan bangun sekedar untuk mematikan alarm.

"Wah, asli bu. matanya ga bisa dibuka. Memang setan itu pinter banget".

Ibu masih asyik dengan tenglengnya. Sambil menatap wajah di hadapanku pikiran usil melintas. Kira-kira apa kata setan ya mendengar celetukanku?

"Aku meneh..aku meneh (aku lagi dalam Bahasa Jawa_red). Cape' dehhh".

Memang kita terlalu terlatih untuk membela diri dan lebih terlatih lagi untuk tidak mengakui kesalahan dan kekurangan kita. Kalau tidak bisa menemukan 'kambing hitam' dalam ujud manusia maka jadilah setan menjadi sasaran.

Masih menikmati tengleng dan masih mendengarku.

"Setan itu sabar ya bu? Kalau setan saja bisa sabar dijadikan kambing hitam terus oleh manusia. Kita juga harus lebih sabar, tho?"

"Lah iyo tapi mbok kowe ki gek ndang mapan!"

"Kalau mau dapat 'ikan besar' itu harus sabar", Jawabku mencoba diplomatis. Padahal ngga jelas maksudnya apa.

Tapi apa ikan teri, mewakili ikan kecil, ngga iri ya? Ikan besar memang bergengsi tapi apa salahnya jadi ikan teri.

"Justru laris terus lho di pasar," Kata Ibu.

Jadi gimana mau ikan teri atau ikan besar? huehehehe