Sunday, October 18, 2009

Filsafat Hidup Pak Marijan

Mudah - mudahan saya tidak salah mengingat nama seorang guru kehidupan minggu ini. Beliau orang yang sangat bersahaja, ulet, teguh pendirian, dan mandiri. Saya menjumpai beliau pada rabu, 14 Oktober 2009. Kebetulan roda sepeda motor saya bocor di daerah perempatan Santikara, Jl. Prof Yohanes. Kebanan dalam Bahasa Jawa (ban= roda). Sekitar pukul 03.30 pm jogja masih lumayan panas, beruntung aku langsung menemukan tempat untuk menambal.

Tukang tambal ban ini tingginya sekitar 155 cm, berkaus putih namun tersibak di bagian punggungnya. Mungkin karena terlalu gerah sehingga beliau membiarkan angin membelainya sekaligus matahari membakar kulitnya. Topi ‘caping’ lebar menutupi kepalanya. Gigi Taring kanannya sudah tanggal namun suaranya masih sangat berwibawa.

“Bocor, mbak?”, Tanya beliau sekedar untuk memulai percakapan.

Inggih (iya dalam Bahasa Jawa), Pak”, Tanyaku sambil duduk di trotoar supaya bisa memperhatikan beliau bekerja lebih dekat.

Bosan menunggu akupun memulai percakapan,”Sudah berapa lama jadi tukang tambal?”

“wahh , sakdurunge panjenengan lahir (sebelum Anda lahir),” Kata beliau jenaka.

“Memang bapak tahu saya lahir tahun berapa?”

“Tahun berapa, mbak?” Beliau balik bertanya.

Sunday, October 11, 2009

Dua Malaikat di Dini Hari Stockholm (Berdasar kisah nyata, November 2008)

Hari ini, 11 Oktober, Damar memposting sebuah link dari Youtube di Facebook, FB. Video teman-teman PPI Swedia Stockholm di subway station. Jujur, hal ini mengingatkanku pada Swedia dan pengalamanku di Stockholm, nyaris satu tahun yang lalu.

November 2008, sehari setelah ujian Advance Epidemiology, aku dan teman sekamarku yang berasal dari Uganda memutuskan untuk jalan-jalan ke Riga, Latvia. Puas melihat bagaimana orang-orang Swedia ‘berwisata alkohol’ di Riga, kita pulang dan memutuskan berpisah sementara. Aku ingin mengunjungi teman-teman di Stocholm dan dia meneruskan pulang ke Umea.

Bawaanku hanya sebuah tas punggung saja, sehingga aku dengan mudah berkeliling. Cuaca cerah dan ada Nena yang menjemput di Ring O, Central Terminalen. Stockholm memang selalu menarik dikunjungi, salah satunya karena banyak mahasiswa Indonesia di sana. Cukuplah untuk melepas rindu sua kawan-kawan di tanah air.

Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa KTH, Kungliga Tekniska Hogskolan. Tim wajib yang biasa menyambut adalah Andyka Kusuma, Anto Sihombing, Agustinus Prasetyo dan Taufik Putra Hasby. Nena adalah mahasiswi Linkoping University yang sering berkunjung ke Stockholm. Sayangnya, pak Ketua Edwin Setiawan Candra sedang ke Roma. Oya ada dua mahasiswi Erasmus, Zhafira Darmastuti dan Irmanda Handayani. Aku memutuskan menginap di apartemen Fira, di Kysta.

Hari itu, aku dan Nena berkunjung ke rumah Pak Tom Iljas di Sodertalje (Makasih, Win atas pinjaman tiket SL gretongan hehehe) Sore hari pulang ke Stockholm di antar beliau dan mampir ke KBRI. Biasa, membeli indomie pesanan teman-teman Indonesia di Umea.

“Nen, aku pingin bikin bakso neh. Kita makan malem rame-rame dengan yang lain yuk!”Ajakku.

Setelah itu kita berbelanja di toko China. Sekaligus membeli bakso titipan juga.
Pulang, aku langsung menuju ke Professorlingan, Lappis. Ini adalah markas besar mahasiswa KTH. Sukses masak dan makan kita dilanjutkan dengan ketawa ketiwi nggak jelas. Mulai dari game-game uniknya Nena sampai dengan memutar lagu-lagu jadul oleh DJ Andyka. Seru tapi aku harus kembali ke Kysta.

“Eh aku pulang dulu ya”, Kataku sekitar pukul 10 pm.

“Udah nginep sini aja, Rul!” Ajak Dyka.

“Tapi barang-barangku kan di tempat Fira, mana besok bus ke Umea jam 8 dari Centralen lagi.”

“Bentar gue cek jadwal busnya dulu,” Akhirnya Dyka mengalah,”Wah busnya dah lewat, Rul. Setengah jam lagi baru ada”.

Apa boleh buat. Kita tetap meneruskan permainan. Setengah jam kemudian aku teringat lagi. Dan hal yang sama terjadi. Tapi aku memutuskan untuk tetap keluar dari apartemen.

“Aku temenin deh,” Anto menawarkan diri.

Akhirnya aku berjalan ke halte bus bersama dengan Anto, Nena dan Pras. Bus lumayan lama datang, dan udara malam itu lumayan dingin (mungkin sekitar 10 derajat celcius). Nena dan Pras sempat memberi pelajaran dansa di halte bus. Haha-hihi ngga mutu di tengah malam. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan orang Swedia kecuali jika mereka sudah menenggak alkohol. Maksudnya, orang Swedia itu sangat sopan dan pendiam, sehingga dia tidak akan tertawa terbahak-bahak dan dansa dansi ngga jelas di halte bus tanpa alkohol. Sesuatu yang orang Indonesia bisa dengan mudah melakukannya.

Bus datang sekitar pukul 12.00 lebih. Aku berpamitan dan segera menuju Universitet. Di sana aku harus berganti alat transport ke kereta api menuju City Terminalen. Selarut itu, stasiun masih penuh. Tapi aku masih menemukan bangku kosong. Di depanku duduk seorang pria sekitar umur 30-an. Berambut pirang yang tak sempat tersentuh sisir. Dia sibuk berbicara dengan ‘seseorang’ di sampingnya. Yang membuatku bingung adalah tidak ada orang di sampingnya. Mungkin dia menggunakan earphone. Tidak juga.

“hmm..halusinasi,” Pikirku,” Derajat tiga atau empat??”

Aku sibuk mengamati pria di depanku. Seharusnya aku berusaha mendistraksinya dan mengembalikannya ke alam nyata. Tapi..well, aku ngga terlalu bisa. Dan haloo!! Ini Swedia. Kita tidak bisa semena-mena mencampuri urusan orang lain.

Ketika aku bersiap turun, bapak di depanku ini turun juga. Dia masih sibuk berbicara dengan ‘teman’nya. Kukira kali ini ‘temannya’ juga akan turun dan berada di belakangnya.
Keluar dari kereta aku segera mencari kereta berikutnya menuju Kysta. Gate 5 adalah kereta dengan jurusan Akalla/ Hjulsta. Saat itu sekitar pukul 12.40 aku terlalu mengantuk dan tidak bisa berpikir jernih. Dalam otakku, kereta di jalur lima ini adalah jurusan Akalla dan Hjulsta. Padahal itu adalah dua jalur berbeda. Dan aku seharusnya memilih jurusan Akalla.

Kereta datang,..dengan tenang aku masuk dan duduk. Tidak ada keanehan di stasiun-stasiun berikutnya. Meski baru sekali ke Kysta, aku hapal jalur apa saja yang kulewati untuk menuju ke sana. Namun tak berapa lama aku menemukan nama stasiun yang asing.

“Ah mungkin waktu itu aku terlalu asyik ngobrol jadi tidak memperhatikan stasiun ini,” 

Pikirku menenangkan diri.

Tapi stasiun selanjutnya semakin aneh. Dan kuputuskan untuk mencari peta jalur kereta. Sayangnya usahaku terlambat. Tepat ketika aku menyadari bahwa aku salah naik, kereta sudah sampai di Hjulsta , stasiun terakhir.

“Ah masih ada kereta berikutnya”.

Santai aku melenggang keluar. Tapi aneh..kenapa orang-orang hanya naek ke atas? Papan penunjuk waktu keberangkatan kereta digital juga kosong. Tiba-tiba saja stasiun terasa kosong, lengang.

“Ada yang ngga beres ini”.

Aku mencari jadwal kereta. Owhh yes!! Kereta tadi adalah kereta terakhir hari itu. Perlu beberapa detik untuk benar-benar sadar. Aku Melihat sekelilingku. Kosong. Petugaspun tak ada. Tiba-tiba masinis kereta keluar dan menanyakan sesuatu dalam Bahasa Swedia yang tidak terlalu kutangkap. Aku menjelaskan bahwa aku salah naik kereta dan aku harus ke Kysta.

How will you suggest me to do if i want to go to Kysta?”

Kereta baru beroperasi lagi sekitar pukul 5 am. Tapi ada Bus 24 jam hanya saja itu adanya di Rinkeby, satu stasiun dari Hjulsta. Tiba-tiba masinis ini menyuruhku masuk ke ruang masinis dan mengatakan akan mengantarku ke Rinkeby. Usianya mungkin sekitar awal 30-an. Muda, rapi, sopan dan baik hati tentu saja. Dia adalah malaikat pertamaku. Kereta canggih bin panjang itupun dijalankan hanya untuk mengantarku. Dia bercerita musim panas tahun lalu ingin ke Bali tapi batal. Dan dalam waktu yang singkat itu aku masih sempat promosi wisata Bali. Aku cukup tenang karena aku akan mendapat bus untuk ke Kysta. Sayang aku tidak mendapat kartu namanya.

Stasiun Rinkeby sama senyapnya dengan stasiun Hjulsta. Di luar terasa jauh lebih sepi,..seperti kota mati tepatnya. Lalu dimana halte bus 24 jam itu? Tidak ada orang yang bisa ditanya. Hanya ada dua orang mabuk yang lewat. Apesnya, Hpku mati karena low-bat. Kali ini aku membuktikan rumus pertamaku sekali kesialan datang maka bersiaplah dengan kesialan berikutnya. Rumus keduaku adalah stasiun kereta dan terminal Bus di Eropa selalu berdekatan. Jadi tenang dan mulailah mencari dari sisi kanan. Jika setelah melewati jalan besar tidak menemukan juga maka perlahan berputar haluanlah ke sisi kiri. Yakin sisi kanan tidak ada aku memutuskan memutar arah ke kiri.

Setelah sekitar 10 menit berjalan, aku melihat bus berjalan di depan. Lega sekali saat itu. Begitu sampai di halte kucari jadwal bus. Tapi tidak kutemukan jadwal bus 24 jam. Hmm..Aku duduk di bangku panjang. OK. Mari berpikir. Masalahnya adalah bagaimana untuk mencapai Kysta, Packing dan tiba di City Terminalen lagi pukul 8 am tepat. Aku punya beberapa alternatif. Satu, tidur di stasiun dan menunggu kereta paling pagi. Dua, menunggu taksi. Tiga, tetap mencari bus 24 jam.

Tiba-tiba seorang kakek berjalan ke arahku. Dia menyapaku. Dan berusaha mengobrol. Tapi aku hanya bisa menangkap sedikit karena Bahasa Swediaku masih terbatas. Aku berhasil memperkenalkan diri dan menjelaskan bahwa aku akan ke Umea besok pukul 8 am dan bahwa aku harus ke Kysta.

Beliau berulang kali mengatakan,”Lugna (tenang)!” Sitta har (duduk di sini)!”

Tapi aku tidak bisa tenang. Aku terus mencari-cari taksi yang setelah lebih dari setengah jam tidak muncul. Bahkan mobilpun nyaris tidak ada yang lewat. Dan aku hanya berdua dengan kakek ini. Beliau menawarkan untuk menggunakan taksi bersama dan berjanji akan membayari taksiku.

“Bukan ide yang baik sepertinya”, pikirku gundah waktu itu.

Pertama, aku tidak kenal kakek ini. Kedua, aku baru saja magang di Women Crisis Center dimana kasus trafficking, menjadi salah satu bahasan utama. Halloo!! Aku jelas tidak mau membayangkan koran-koran esok hari akan memuat berita mahasiswa Umea University asal Indonesia menjadi korban trafficking. Tapi apa aku punya pilihan? Aku memutuskan berdiri.

Sekitar pukul 01.30 sebuah taksi akhirnya lewat. Aku buru-buru maju ke depan.

Kysta, please!” Kataku.

Lalu kakek itupun maju dan menyebut tujuan lain. Supir taksi terlihat bingung, dan memutuskan untuk bertanya ulang. Jawabanku tetap sama dan jawaban si Kakek tidak berubah. Akhirnya si Kakek mengatakan untuk mengantarku ke Kysta dulu dan dia yang akan membayar ongkos taksi.

Entah apa yang ada di pikiranku saat itu. Tapi aku memutuskan untuk naek. Tas punggungku masih kupanggul, Plastik besar berisi titipan mie instan dan bakso kupegang erat di tangan kiriku sepanjang perjalanan. Mataku sibuk mencari tahu petunjuk jalan. Setelah sepuluh menit lebih kami berhenti di sebuah perempatan dan papan penunjuk jelas menulis arah ke Kysta adalah lurus.

“OK,..jika taksi ini belok ke arah manapun, aku harus segera keluar”.

Tanganku sibuk membenarkan tas punggungku dan memegang erat tas plastikku. Namun taksi tetap lurus dan supir taksi bertanya di mana temanku tinggal. Akupun menjelaskan. Bahwa apartemennya di atas mall di Kysta. Aku mulai mengenali jalan dan gedung-gedung yang kulewati. Rasa lega sedikit tersisip. Dan ketika sampai di mall itu akupun berniat meminta kartu nama sang kakek.

“Anggap saja kamu bertemu seorang malaikat,” Jawabnya tenang.

Awhh...malu aku mendengar jawabannya. Padahal selama tiga puluh menit lebih aku berburuk sangka padanya.

Tack sa mycket (terima kasih banyak)!!” Kataku.

“Hati-hati perjalananmu ke Umea besok!” Nasehat si Kakek.

Turun dari taksi aku mencari kunci masuk apartemen yang berupa kartu. Ketika kugesekkan ke sebuah alat ternyata tidak berfungsi. Rumus pertamaku masih berlaku ternyata. Jangan cepat berpuas diri, ujian masih menanti. Fira pasti sedang tidur pulas di lantai 9 sana. aku ada di bawah. Bagaimana bisa sampai di atas. Kulihat jalanan, lengang tentu saja. Sekitar pukul 02.00 am.

“Ya Allah, aku ke Swedia Cuma untuk sekolah dan inipun untuk silaturahmi dengan teman-teman. Kumohon, beri aku kemudahan”.

Sebelumnya aku terlalu sibuk memikirkan cara untuk sampai ke Kysta. Tidak ada kesempatan untuk berpikir tentang perampokan, pembunuhan kecuali trafficking tentu saja. Hehe Tapi rasa tidak aman baru benar-benar muncul ketika aku sudah di Kysta. Tujuanku sudah tercapai. Masa harus tidur di jalan?

“Ya Allah, aku belum pernah berbuat dosa besar, belum nikah lagi. Jadi kumohon keselamatan dariMu,” Doaku.

Konyol memang. Di saat genting seperti itu aku masih sempat-sempatnya ingat nikah. Hehehe singkat cerita aku memutuskan untuk menyeberang jalan dan mencoba pintu masuk dari lantai 2. Tapi pintu masuk ini langsung menuju mall. Aku pesimis pintunya masih terbuka. Terlalu rawan untuk kejahatan jika masih terbuka. Tapi aku tidak punya pilihan lain.

“Alhamdulillah, pintu terbuka”. Kulihat seorang petugas masih bekerja lembur di dalam. Tapi kartuku tidak berfungsi lagi. Beberapa kali dicoba tetap sama. Sampai aku menemukan mesin berikutnya.

“Click,” suara kunci pintu terbuka itu begitu merdu.

Aku melangkah ke dalam,”Jangan terlalu cepat senang”, nasehatku pada diriku sendiri.
Aku ingat Pras pernah bercerita bahwa ada kasus entah bunuh diri atau pembunuhan tepat di lantai dimana Fira tinggal. Ini efek dari terlalu sering menonton film horror. Well, setidaknya prasangkaku ini tidak akan membunuhku jika benar-benar terjadi. hohoho
Tegang, aku berjalan ke ujung lorong, menuju elevator. Memencet angka 9. Dan tegang menunggu sampai di lantai 9. Mencari-cari kamar Fira. Setelah menemukan dan membuka pintu barulah aku lega. Senang sekali rasanya melihat Fira tertidur pulas di tempat tidurnya. Setelah packing dan mandi, sekitar pukul 03.00 am aku baru tidur. Pukul 06.00 kita bangun dan aku menceritakan pengalamanku padanya.

Akhir kata aku bisa sampai City Terminalen tepat waktu. Pertemuan dengan dua malaikat tak terlupakan. Kurasa aku terlalu merasa aman dan nyaman dengan orang-orang Swedia. Mereka begitu santun dan berpendidikan. Dan well,..keajaiban memang bisa terjadi di mana saja. Kebetulan untuk ceritaku terjadi di Stockholm.

Moral values of this story are:
1. Jika Anda bepergian ke kota/ negara lain pastikan Anda mengetahui jadwal terakhir alat transportasi yang akan Anda gunakan
2. Jangan lupa memastikan HP/ alat komunikasi lainnya berfungsi
3. Postif thinking dan fokus pada penyelesaian masalah. Tidak ada gunanya menyalahkan keadaan yang ada atau bagaimana masalah ini bisa timbul