Tuesday, October 15, 2013

HENING

Belanda, 2013
Kata Hening itulah yang ingin saya ilustrasikan lewat foto ini. Belum terpikir oleh saya untuk menulis artikel ini ketika mengambil foto ini. Saya hanya suka. Kesendirian tidak perlu dijadikan sebagai sebuah momok dan lawan dari pada kebersamaan. Ia adalah komplementer dari kehidupan. Ada kalanya kita menghabiskan waktu bersama dengan orang yang kita kenal dan kasihi atau bahkan orang asing dan adakalanya sendiri harus kita lewati.

Jika Anda orang introvert, Anda bisa dengan sangat mudah menghubungkan gambar dalam artikel ini dengan tulisan saya. Saya ingat, foto ini saya ambil di perjalanan menuju Friesland dari Wageningen, the Netherlands (September 2013). Saat teman-teman saya yang lain sibuk memfoto kapal-kapal dan diri mereka sendiri atau mengobrol, saya memandang kursi tersebut beberapa saat dan berusaha mengambil gambar pada akhirnya. Dan malam ini, di saat saya seharusnya mengerjakan hal yang lain saya justru sibuk mengaitkan foto itu dengan buku yang saya baca.

Artikel ini adalah sebuah resensi dari sebuah buku berjudul 'Quiet' karya Susan Cain. Saya merasa menemukan diri saya yang sekian lama terlarut dalam budaya ekstrovert yang meraja lela. Betul, buku ini ditulis untuk menguak 'keheningan' yang sangat disukai oleh orang-orang introvert. Sesuatu yang kadang oleh psikolog atau masyarakat umum sebagai sebuah gangguan fungsi sosial. Atau kemampuan kita untuk memahami cara berpikir orang introvert yang masih terbatas. Menurut Anda? Buku ini membantu Anda yang merasa introvert untuk tetap nyaman dengan kesendirian sambil mengembangkan elastisitas ke dalam kebudayaan ekstrovert. Bagi orang-orang ekstrovert agar lebih bisa menghargai dan mendengarkan suara orang-orang introvert yang lembut dan jarang terdengar dan mengijinkan mereka berekspresi sesuai gaya alaminya.



Pernahkah Anda bertanya-tanya, "Sepertinya ia pintar dan banyak bertanya dan diskusi sewaktu kuliah tapi kenapa nilainya biasa-biasa saja?"

Kita sering kali mengidentikkan kecerdasan dengan kemampuan berbicara di depan umum, spontanitas, daya adaptasi yang tinggi, mudah bergaul dan beberapa perilaku lain menurut standar orang-orang ekstrovert untuk menilai kecerdasan seseorang. Buku ini memberikan banyak contoh bahwa kemampuan mengemukakan pendapat di depan umum, dan berdiskusi aktif tidak selalu menunjukkan pemahaman seseorang terhadap materi itu. Setidaknya karena bagi orang-orang introvert yang cenderung menunda berpendapat setidaknya sampai dia merasa yakin terhadap apa yang akan dikatakannya, cukup melakukan observasi, dan bisa berkontribusi secara signifikan terhadap diskusi yang sedang berlanjut.

Ia berbeda dengan kecenderungan kepribadian anti-sosial, ia hanya butuh waktu lebih lama untuk hal-hal yang asing bukan hanya manusia tapi juga lingkungan, dan benda. Ia bukan tipe easy going, karakter yang sangat digadang-gadang oleh budaya ekstrovert. Setelah Anda memberinya cukup waktu untuk beradaptasi, ia akan berdiskusi dan bergaul seperti biasa. Ia sulit merubah pendapat tapi bukan hanya karena keras kepala melainkan ia butuh waktu untuk memahami konteks, dan alur logika yang baru. Selama ia, belum menemukan alur berpikir yang utuh dari perubahan usulan itu, ia akan sulit merubah pendapat.Oleh karena itu, orang-orang introvert sangat mungkin berkembang optimal jika ia diberi kesempatan untuk menggeluti hal-hal yang ia sukai.

Apakah ia cocok berada di atas level kepemimpinan atau manajerial? "Sangat mungkin". Anda akan terkejut menemui kenyataan bahwa mayoritas CEO yang efektif di AS adalah orang-orang introvert. Tipe orang-orang ini adalah tipe orang yang sangat sesuai untuk tim, perusahaan atau organisasi yang terdiri dari orang-orang yang sangat aktif, berdedikasi dan tahu bagaimana cara meraih tujuan. memimpin orang-orang seperti ini sangat dibutuhkan kemampuan mendengar aktif yang cukup tinggi. Tebak siapa yang paling bisa menyediakannya? Orang Introvert. Mereka cenderung untuk lebih banyak mendengarkan dan melihat situasi. Ia mempunyai kecenderungan yang sedikit untuk menonjolkan diri sendiri sehingga bisa mengakomodir banyak kepentingan. Yang dibutuhkan perusahaan itu adalah mereka yang memperhatikan kepentingan perusahaan bukan kepentingan diri sendiri.

Ia mempunyai gaya berkomunikasi dan bersosialisasi yang berbeda dengan orang-orang ekstrovert. Tipe ini mungkin saja menjadi seorang presentator yang baik tapi jangan banyak berharap ia mau untuk melakukan presentasi atau tampil di depan umum tanpa persiapan. Ia mungkin saja ikut dalam banyak pesta atau forum yang melibatkan banyak orang, tapi sebagian besar dari mereka akan memilih pulang lebih awal, berbicara secara lebih akrab dengan satu atau beberapa orang saja, atau duduk menyaksikan orang berdansa. Ia, di banyak kesempatan, membutuhkan waktu untuk sendiri lebih banyak dari pada orang-orang ekstrovert. Bergaul dan berbicara dengan banyak orang tentang hal-hal kecil sehari-hari tidak terlalu menarik perhatiannya.

Salah satu cara berkomunikasi yang membedakan orang introvert dan orang ekstrovert adalah bagaimana Anda memulai sebuah pembicaraan. Jika Anda bertemu orang ekstrovert maka Anda dapat memulai pembicaraan dengan banyak hal di sekitar Anda, cuaca hari ini, pakaian yang ia gunakan, jam tangan yang bagus dan baru setelah beberapa saat pembicaraan akan bergeser ke arah yang lebih serius. Tapi berbicara dengan orang introvert, Anda diharapkan untuk berbicara mengenai hal-hal yang serius terlebih dahulu. Ingat, bahwa orang-orang introvert sangat menyukai untuk berpikir secara mendalam tentang banyak hal. Setelah ia merasa nyaman, baru pembicaraan bisa bergeser ke arah yang lebih ringan. Ia juga cenderung lebih menyukai komunikasi tidak langsung seperti lewat tulisan, atau secara online. Kontak langsung baru akan terasa santai setelah ia merasa nyaman dan bisa beradaptasi.

Orang introvert bukan berarti tidak menyukai perjalanan jauh yang sangat asing dan membutuhkan adaptasi tinggi. Bagaimanapun, caranya menikmati perjalanan sangat berbeda dengan orang-orang ekstrovert. ia tidak suka jadwal yang terlalu padat dan terburu-buru. Ia lebih suka mengeksplorasi tempat-tempat tertentu dan merencanakan perjalanan sedemikian rupa sehingga ia cukup waktu untuk memahami daerah tersebut. Ia bukan gadget mania. Ia lebih menikmati pemandangan dan sibuk dengan pikiran-pikiran yang bersliweran sambil sesekali memotret.

Seorang introvert sejati, sesungguhnya memiliki kepekaan dan keterikatan yang sangat kuat dengan lingkungan dengan cara yang berbeda dari orang-orang ekstrovert. Ia cenderung patuh pada peraturan dan norma-norma yang berlaku. Mungkin karena ia sempat memikirkan akibat dari perilaku yang melanggar aturan. Di samping itu, ia memiliki rasa bersalah yang lebih besar dari orang-orang ekstrovert. dengan kata lain ia seorang yang sensitif. 

Sebuah penelitian psikologi pernah melakukan uji coba terhadap hal ini. seorang asisten peneliti diminta untuk memberikan sebuah mainan (yang sudah didesain akan patah jika dipegang) kepada beberapa anak yang menjadi subyek penelitian. Anak-anak tersebut kemudian mendapati mainannya patah dan menyerahkannya kepada asisten peneliti. Pada saat it, anak-anak introvert cenderung merasa lebih bersalah dengan durasi yang lebih lama dibanding anak-anak ekstrovert. Ia seolah-olah bisa memahami kesedihan asisten penelitian yang mainannya rusak sekaligus merasa bersalah karena telah mematahkan mainan tesebut. Oleh karena itu, asisten ini kemudian masuk ke dalam ruangan untuk mengambil mainan lain serupa yang tidak rusak, untuk menunjukkan bahwa kerusakan itu bisa diperbaiki untuk mengurangi perasaan bersalah.

Di Indonesia, salah seorang introvert sejati yang juga tokoh bangsa ini adalah proklamator kita, Bung Hatta. Kecenderungan beliau untuk mendahulukan kepentingan umum dan merasa bersalah jika mendahulukan diri pribadinya terbukti dari salah satu kata-katanya yang terkenal. “Saya tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka”. Pada saat itu, mungkin saja beliau merasa tidak pantas untuk bersenang-senang dan memenuhi kepentingan pribadi sementara bangsa yang ia cintai masih bersusah payah meraih kemerdekaan.

Banyak orang introvert juga mempunyai alasan serupa, meski tidak sebesar dan semulia Bung Hatta, yang memutuskan untuk menunda menikah. Mereka mungkin saja berpikir,

“Saya akan menikah ketika saya sudah siap mandiri dan mampu bertanggung jawab dan membantu keturunan untuk tumbuh optimal”.

Bentuk tanggung jawab yang susah dipahami oleh budaya dan masyarakat yang masih menganggap menikah secepat mungkin adalah seperti menjalani kebaikan yang dicontohkan oleh Rasul. Sebuah sunnah yang nilainya mungkin menyamai atau bahkan melebihi kewajiban, kewajiban untuk tetap memperhatikan orang tua, memberikan perlindungan kepada anak, menghargai pasangan dan memberi kesempatan masing-masing untuk berkembang optimal.

Apakah ia ada karena keturunan atau karena pengaruh lingkungan? nature vs nurture? Jawabannya adalah kedua-duanya. Jika Anda secara genetis mempunyai bakat introvert, Anda akan tetap bisa mengembangkan diri Anda sedemikian rupa sehingga cocok dengan budaya ekstrovert. Hal ini diibaratkan sebagai rubber band. Kemampuan elastisitas dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Dan oleh sebab itu, beberapa introvert tetap bisa bersosialisasi dan menjadi pembicara atau guru bahkan pemimpin. Namun tetap setelah itu, ia akan membutuhkan waktu sendiri untuk menikmati diri dan pikirannya.



Tanpa keheningan, mustahil seorang Albert Einstein menemukan teori relativitas hanya dengan sebuah apel jatuh di kepalanya. Tanpa perenungan mendalam, mustahil seorang Richard Bronson memiliki antusiasme yang begitu besar terhadap banyak hal baru yang sering kali mustahil. Tanpa penyendirian, mustahil Dalai Lama menjadi begitu disegani. Dan bukankah seorang Nabi Muhammad SAW juga menerima wahyu saat menyepi? begitu pula kebanyakan nabi lain? bukankah Rasulullah SAW juga tidak mengijinkan ada foto ada gambar beliau? Mungkinkah karena beliau seorang introvert?

3 comments:

risalahary said...

Saya dari dulu ingin baca "Quiet", tapi bahasa inggris pas-pasan. Nunggu terjemahannya. Hanya baru bisa membaca "The Introvert Advantage"

Nuri said...

hi, Risalahary
bahasa inggris saya juga pas-pasan. saya sering membuka kamus karena banyak vocabs yang tidak saya ketahui. tapi secara umum kalimat yang digunakan di buku ini sangat ringan. tapi memang kalau ada versi bahasa indonesia akan sangat membantu ya.mudah2an segera ada

bredmart said...

Ah masak tak ada yang versi bahasa indonesianya. Jadi kurang paham kalau orang yang tidak bisa bahasa inggris.