Saturday, February 27, 2010

Bagaimana mungkin

Bagaimana mungkin aku tak merindumu
Setelah sekian lama tak bertemu
Bagaimana mungkin aku melupakanmu
Ketika adaku melalui perantaraanmu
Setelah diantara sesak dan lara yang kau derita , masih juga mengingat hari lahirku dan merayakannya bersama meski sangat sederhana
Bagaimana mungkin tidak kucintai dia
Yang telah kau pilih untuk mendampingimu dengan setia
Yang selalu mencintai dan mendoakanku dengan hati yang tulus
Bagaimana mungkin kutak hendak kumencium kekasihmu
Ketika kulihat rambut putihnya adalah bukti seberapa lama ia membimbingku
Ketika aku terlalu merindukanmu namun tak mungkin lagi ada perjumpaan
Dan bagaimana mungkin kulepas impian dan harapanku
Padahal dulu sekuat tenaga kau bantu aku untuk melemparkannya ke langit di antara gugusan bintang
Dan menanamnya dalam agar lebih kokoh aku bertopang
But yes, i should admit that “There are people we can’t live without but have to let go” and still i will always be your little girl, Ayah.
Tasikmalaya, 27 Februari 2010

Tuesday, February 16, 2010

INDAHNYA TOLERANSI


Bulan ini mungkin bulan bermimpi bagi saya. Setelah bermimpi Indonesia menjadi negara yang bebas rokok. Kali ini saya memimpikan Indonesia menjadi negara yang penuh toleransi dan kebersamaan. Semua warga negaranya bebas mengemukakan pendapat dan mengembangkan potensi yang dimiliki.

Sekali lagi, mimpi saya ini bermula dari aktivitas saya di dunia maya. Minggu ini saya berusaha mendaftar sebuah mata kuliah , satu bulan, di Canada. Ada sembilan langkah yang harus dilalui untuk mendaftar. Dalam salah satu langkahnya saya harus menginformasikan hal-hal yang terkait dengan kebutuhan sehari-hari saya.
Bagian pertama dari langkah ini, saya harus memilih pola diet apa yang saya inginkan. Pilihannya dimulai dari vegan (tidak makan daging, produk ternak, ikan), vegetarian,makanan halal, diet diabetes, alergi kacang, bebas laktosa dan beberapa pilihan lain. Saya sangat berterima kasih bahwa bahkan untuk negara yang warga muslimnya minoritas, panitia masih menghargai tamunya yang mungkin saja beragama Islam. Kenyataan bahwa di antara mahasiswanya kelak ada yang mempunyai penyakit diabetes juga tidak luput dari perhatian.

Ini bukan kali pertama saya menemui hal ini. Sebelumnya, ketika ada pertemuan sesama penerima beasiswa SI, Swedish Institute, saya juga tetap diberi pilihan makanan halal. Saya sangat menghargai bagaimana panitia berusaha untuk menghormati tamunya. Bahwa penderita diabetes perlu diet khusus juga mereka perhatikan. Mereka menganggap hal ini sebagai bagian dari service mereka dan lebih dari itu mereka membantu untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat secara umum.

Panitia juga menanyakan apakah (calon) mahasiswa mempunyai kondisi medis yang membutuhkan perawatan khusus. Selain itu, (calon) mahasiswa juga diminta mengindikasikan jika mempunyai kecacatan seperti sulit mendengar, menggunakan kursi roda dan gangguan pandangan. Satu hal lagi yang saya respek dari panitia mata kuliah ini adalah bahwa mereka benar-benar memberi kesempatan belajar kepada semuanya. Saya membayangkan saudara-saudara kita yang hanya karena kakinya kurang berfungsi sempurna dan harus menggunakan kursi roda harus merelakan potensinya terpendam.

Bukan karena universitas menghambat mereka ikut serta. Tapi secara tidak langsung akses menuju gerbang ilmu itu sulit mereka raih. Bus, kereta dan alat transportasi yang ada saat ini sangat mendiskriminasi keberadaan saudara-saudara kita ini. Kalau saya menderita kebutaan atau gangguan pendengaran dan harus bersekolah di SLB, hampir pasti kesempatan saya untuk berkembang tidak sebesar teman-teman saya yang normal.

Sekali lagi saya bermimpi, Indonesia yang saya cintai ini bisa lebih menoleransi saudara-saudaranya yang memiliki kondisi dan pilihan ‘khusus’ dalam hidupnya. Setiap orang berhak untuk berkembang. Dan setiap dari kita berhak menghargai 'pilihan' saudara kita itu :)

BERDAMAI DENGAN TUHAN 9 CM [3]: FINLANDIA BEBAS ROKOK 2040

Saya masih terpesona dengan sebuah artikel berjudul “Finland smoke-free by 2040”. Mungkin agak terlambat untuk mengetahui hal ini, karena artikel ini dimuat pada tanggal 29 September 2009. Namun usaha pemerintah Finlandia untuk menjadikan negaranya sebagai kawasan bebas rokok masih membuat saya mengacungkan jempol (empat buah).

Finland smoke-free by 2040 berimplikasi pada banyak hal yang akan saya coba uraikan di bawah ini.

1. Orang tua harus memastikan bahwa mereka membesarkan generasi muda bebas rokok. Mungkinkah untuk tidak melahirkan “new smoker” di dalam komunitas masyarakat? (mungkin pertanyaan saya ini terlalu merepresentasikan pesimistik)
2. Memastikan bahwa penurunan jumlah perokok sebanyak 10% pertahun. Angka 10% saja cukup fantastis bagi saya. Dan secara konsisten sampai tahun 2040?? Hmm baiklah mungkin bisa dicapai jika usaha kita didukung oleh banyak pihak
3. Kematian dan kesakitan prematur akibat merokok akan dapat diturunkan. Membayangkan negara tanpa asap rokok saja sudah cukup membuat saya bernapas sangat lega. (Atau sebaiknya saya pertimbangkan untuk hidup di finlandia? Kalau ada kesempatan)
4. Jika Finlandia benar-benar ingin mengisolasi diri bagi perdagangan rokok, saya bertanya-tanya pedagang mana yang mau tetap menjual produk tembakau sampai tahun 2040.

Di luar empat implikasi minimal yang saya uraikan di atas, saya sangat salut terhadap usaha untuk menjadikan Finlandia bebas rokok. Mungkin sedikit bermimpi jika saya berharap hal yang sama terjadi di bumi Indonesia tercinta. Jangankan bebas rokok, pembuatan UU mengenai pembatasan zat-zat adiktif saja sudah coba untuk dijegal. Usaha untuk mengurangi iklan rokok masih ditentang.

Saya teringat, satu pengalaman di sebuah restauran di Jl. Urip Sumoharjo. Malam itu, usai menonton dengan seorang kawan saya makan malam bersamanya. Di sela-sela menikmati hidangan yang ada, serombongan cewek cantik bin seksi datang dan mendekati semua pengunjung pria secara personal. Mereka menawarkan produk rokok tersebut dan berusaha membujuk bahkan pada yang tidak merokok. Terus terang saya terkejut dengan adegan ini. Apakah iklan dengan banner super besar dan iklan yang gencar di TV masih belum cukup? Saya iseng ingin memotret mbak-mbak cantik ini, sayang ditolak.

Mau jadi apa negeriku ini? di saat negara lain berusaha menghentikan penyebaran rokok ini, di negara kita justru semakin subur iklannya. Orang yang tidak merokok di persuasi scr personal untuk menghisap racun. Padahal dengan tidak merokok saja kita sudah menghisap racunnya (second-hand smoker). Bahkan jika kita tidak sempat bertemu langsung dengan asapny kita masih bisa mendapatkan efek negatifnya yang melekat di baju, sofa, selimut dan lain-lain (third-hand smoker).