Thursday, July 24, 2008

Dapurku Sayang Dapurku Malang


Gedung Pedagoggrand 5A 90730 Umea, Swedia. Lantai empat di lorong (koridor) sebelah kiri. Sore hari. Perutku keroncongan. Aku melangkah ke arah pintu kamar menuju dapur, keluar dari kamar berukuran 19 meter persegi.

Sesaat aku merasakan kegelapan. Bbrp detik kemudian lampu otomatis menyala setelah sensor mendeteksi gerakanku. koridor ini sepi seperti hari- hari kerja biasanya. Ada sembilan kamar, empat di kanan dan lima di kiri. Aku menoleh ke kiri, ada pintu masuk yang tertutup dengan lampu hias berkelap- kelip mengitarinya. Kemudian aku melangkah ke arah sebaliknya. Kulihat mesin penghisap debu berwarna abu- abu, sapu dan ember merah dan alat pel tertata rapi seperti biasa.

Selang satu kamar di sebelah kanan kulihat tiga buah lemari es ukuran dua meter berjajar. Di depannya dua buah rak tempat mengeringkan alat- alat yg baru saja dicuci penuh tak beraturan. 4 buah panci dan 3 buah penggorengan, termos dan tempat untuk membuat kopi. Di antaranya, ada dua buah bak cuci ukuran 30 cm penuh berisi tumpukan piring, gelas, sendok, garpu, kotak makan siang, pisau, papan pemotong. Dasarnya tersumbat spagetti sisa.

“Terserah deh mau sekotor apa dapur ini yang penting aku masih bisa makan.”

Kubuka lemari tempel di atas bak mesin cuci mencari piring. Kosong. Padahal dapur ini memiliki selusin piring ukuran besar dan ukuran kecil. Bingung, kubuka lemari es bagian ketiga dari kiri, rak teratas. Ada kertas kuning kecil bertuliskan nurul di sana. Kuambil kotak makan siang ukuran 15x10 cm.

“Untung masih ada nasi goreng kemarin”

Microwave ada di samping kanan lemari esku. Kumasukkan kotak makan siangku. Kutekan tombol start. Sambil menunggu microwave bekerja selama 4 menit, aku membuka lemari tempel tempat meletakkan gelas- gelas dan mug. Dan sekali lagi, tak ada satupun yg bersih.

“Sialan! Siapa sih yang piket minggu ini?”

Kulihat kertas putih tertempel di rak dengan nomer 408 berlabel Stefan. Daftar tugas tertulis dengan menggunakan tinta berwarna merah dan biru. Ada tugas harian dan mingguan. Setiap hari petugas piket harus memindahkan alat- alat yg sudah bersih dan kering ke raknya masing- masing. Tempat sampah setinggi setengah meter juga harus dikosongkan. Membersihkan kompor listrik sebanyak 8 buah dan area dapur. Akhir minggu adalah waktu untuk mengepel koridor, membersihkan microwave, menyiram dua buah pot tanaman dan mendaur ulang kaleng- kaleng bir, botol- botol plastik soft drink, karton, dan kertas.

Kubawa nasi gorengku ke kamar. Uap panas mengepul di atasnya. Lampu koridor menyala. Pintu di samping kamarku terbuka. Pria setinggi 180cm keluar dari kamar. Rambut pirangnya dibiarkan tak tersisir. kaos putihnya longgar dan celana olahraga abu- abu melorot sehingga memperlihatkan sedikit celana dalamnya.

“Hai!” tangannya melambai menyapaku saat kami berpapasan. Malas kubalas dengan senyuman tipis. Dia terus berjalan ke dapur dan sebelum aku masuk kamarku kuputuskan untuk menoleh ke arahnya.

“Stefan! Maukah kamu membersihkan dapur?”

“Ya, aku akan membersihkannya” jawabnya sambil tersenyum memperlihatkan lesung pipinya.

“bagus!” kuarahkan badanku penuh padanya,”nggak lucu tahu! Bahkan untuk menemukan piring dan gelas bersihpun sulit.”

Kulihat dia mengarahkan tubuhnya penuh ke arahku juga di depan pintu dapur, alis matanya terangkat, mulutnya sedikit terbuka. Dialah Stefan Ulander, orang swedia asli, 22 tahun. Mahasiswa teknik sipil.

“Jadi kumohon, keluarkan semua peralatan makan yang kotor di kamarmu kemudian cucilah. Bersih!”

Aku terlalu marah untuk meneruskan pembicaraan dan tepat ketika kubuka pintu kamarku, Rouzbeh Valizadeh keluar dari kamarnya. Letaknya ada di sisi lain koridor sebelah kanan.

“Nurul, ke sini sebentar,” pintanya.

nej! Inte pratar nu (nggak, aku tidak mau ngomong sekarang),” kuarahkan pandanganku sekilas ke arah pria Iran berumur 25 tahun dan berambut hitam itu, ”tidak sampai temanmu itu membersihkan dapur, semua gelas, piring dan jangan lupa kompor “.

“Nurul.....Nurul!” panggilnya mengiba.

Aku tersenyum sekilas sebelum akhirnya masuk kamar.

598 kata