Monday, March 09, 2009

APAKAH MUSIKMU?

Semalam, 8 Maret 2009, aku mendengarkan radio Swaragama. Beda waktu enam jam dengan Indonesia, membuatku leluasa mendengarkan musik dini hari. Jenis musik yang diputar waktu ini adalah favoritku. Ringan, enak didengar dan mengalun. Djnya seru pula seperti kuis tebak kata. Sang DJ menyebutkan 8 kata dengan awalan S dengan cepat, ”sinten sumerep sate sapi saged singsot suwe sanget”. Aku pernah dengar banyolan ini tapi tetap saja lucu sewaktu mendengarnya.
Sebuah lagu mengingatku akan masa beberapa tahun yang silam. Dinyanyikan ulang oleh Tohpati feat Shakila.


LUKISAN PAGI
Bulan terangi malam
Diam s'ribu bahasa
Menanti sepercik harapan
Dalam khayalan
Fajar yang berkilau
Datang membuka hari
SinarMu memberi harapan yang bersahaja

Lihatlah warna pada cahaya
Menjadi lukisan pagi
Bukalah renda agar cahaya
Sinari damainya arti kehidupan

SinarMu memberi harapan yang bersahaja

Dengarlah suara dari sanubari
Menuntun arah yang pasti
Sejauh batas pandangan mata
Sedalam hati mencari kedamaian


Lagu ini tidak ada kaitannya dengan ‘cinta’ dan segala macam penghambaan cinta manusiawi lainnya. Sebait lirik sederhana sebagai ungkapan syukur akan hadirnya hari ini. Bahwa matahari akan tetap bersinar serumit dan sesedih apapun nestapa mendera.
Rumahku selalu ramai dengan musik. Berbagai jenis musik kecuali Rock dan musik-musik metal. Jangan berharap mendapat ruang untuk memutar lagu keras di rumahku. Sekitar sepuluh tahun yang lalu setidaknya ada empat jenis musik untuk tiga generasi mengalun di rumah.
Aku mendapat kesempatan pertama karena aku masih sekolah. Nasyid, lagu-lagu rohani. Ada waktu dimana aku sangat fanatik dan ekstrem dalam selera musik. Bahwa musik hanya boleh dalam rangka penghambaan kepada Sang Khalik. Setelah aku berangkat sekolah, kakak sulungku memutar lagu-lagu instrumental atau popnya. Mulai dari Kenny G, Kitaro, Richard Marx, Phill Collin, Katon, KLA Project dll. Kakekku mendapatkan kesempatan ketiga setelah kedua cucunya pergi. Tembang-tembang Jowo dari radionya mulai diperdengarkan. Lalu ketika tiga musik itu menghilang, giliran alm. ayah dan ibuku yang mendengarkan tembang kenangan. Lagu-lagu Titik Sandora, Titik Puspa, Dewi Yull, Rafika Duri mengalun ringan.
Aku ingat ada satu pengamen favorit kami. Ia selalu menyanyikan lagu “setangkai anggrek bulan” tapi dengan nada yang...awhhh sulit dikatakan. Jauh berbeda dari aslinya.
Sering aku bertanya,”Mana pengamen setangkai anggrek bulan, Yah?”.
Rasanya nyaman mendengarkan dia menyanyi sambil menikmati semilir angin di serambi rumah. Oya, sambil minum dawet ayu yang lewat. Whuaaa...lewat dehh segala kerumitan masalah.
Majalah the economist membahas tentang music di Bulan Desem 2008. Kalau remaja Amerika sono mendengarkan lagu selama satu setengah sampai dua setengah jam sehari, maka aku bisa jauh melampaui itu. Music selalu diidentikkan dengan cinta. Kenyataannya memang 40%nya bertemakan cinta. Shakespearean theory mengatakan,” Music is at least one of the foods of love”.
Akhirnya, kalimat Dr Pinker yang akan menutup tulisan ini,”Like real cheesecake, music sates an appetite that nature cannot”.
Pertanyaanku hari ini,”apakah musikmu?”

2 comments:

Anonymous said...

aku pilih keroncong, hayo diputar jugakah di rumahmu? hehehe

Nuri said...

keroncong, yo sok2lah, Rin. itu termasuk generasinya simbahku. :d