Thursday, April 26, 2012

Lima Tahun


Membaca dan mendengarkan berita ..
Kali ini tentang konser Chrisye beberapa minggu yang lalu seakan mendengar nyanyian dari dalam kubur. Ini bukan cerita picisan film horor yang akhir-akhir ini banyak di produksi. Ini tentang bagaimana seseorang begitu istimewa bahkan setelah beliau meninggal. Sedemikian sehingga konser tersebut tetap bertemakan seorang penyanyi legendaris. Tidak cukup itu, sebuah lagu baru juga digubah text dan suaranya bahkan diambilkan dari lagu-lagu beliau dan suara asli Sang Penyanyi.
Membaca dan mendengarkan berita..
Masih tentang sang legendaris tapi lima tahun berselang. Berita tentang perjuangan Sang Penyanyi di sebuah rumah sakit di negeri tetangga. Tentang bagaimana fans-fans beliau memberikan semangat dan bantuan lainnya. Sampai akhirnya Sang legendaris harus mengundurkan diri dari ‘panggung’ yang sesungguhnya, kehidupan ini.
30 Maret 2007. Kuingat jelas tanggal itu karena pada saat yang sama aku sedang membaca-baca referensi mengenai penyakit yang diderita oleh Sang Penyanyi. Kanker paru-paru.
“Kombinasi radioterapi dan kemoterapi tidak memberikan efek positif yang significant secara statistik bagi penderita kanker paru pada stadium manapun”.
Kira-kira seperti itulah kesimpulan yang kubaca dari sebuah jurnal ilmiah kedokteran. Review beberapa jurnal ini kulakukan bukan dalam rangka tugas uliah apalagi karena penasaran dengan Sang Penyanyi tapi karena aku sendiri sedang terancam kehilangan ‘nyanyian’ jiwaku. Seseorang yang selama ini aku yakin aku bersemangat belajar untuk memberi beliau semangat. Kenyataannya justru beliaulah yang memberiku semangat.
Aku tidak yakin dimana aku berpijak bahkan hanya setelah aku mendengar di telpon ibu berkata bahwa dokter curiga ayahku menderita kanker paru-paru sehingga harus menjalani serangkaian tes kesehatan yang lain. Berharap kecurigaan itu salah dan kalaupun benar, berharap bahwa pemahamanku tentang penyakit ini salah. Mungkin aku yang mengantuk saat kuliah atau tidak benar-benar membaca buku diktat sehingga menyimpulkan bahwa penyakit ini hampir pasti tidak ada obatnya.
Saat itu adalah saat dimana aku menyesal mempunyai pengetahuan tentang kesehatan. Mungkin lebih baik jika aku tidak mengetahui sehingga aku bisa tetap menjaga kestabilan emosi, jiwa dan pikiranku. Aku terlalu sibuk untuk mencari informasi yang mematahkan apa yang kupahami sendiri. Tidak yakin bahwa untuk memberitahukan kepada keluarga yang lain tentang hal ini tapi juga sebenarnya tidak bisa untuk hanya memendamnya sendiri.
Berita tentang meninggalnya Chryse hanya mengingatkanku pada satu kalimat kesimpulan jurnal ilmiah di atas. Hening. Senyap kubaca berita itu di layar komputer. Tidak yakin harus bersikap bagaimana. Menangis? Sosok laki-laki yang sangat akrab dalam hidupku itu masih berjuang melawan penyakitnya di tempat tidurnya jadi menangis bukan saat yang tepat. Tersenyum dan memberinya semangat...mungkin itu yang kulakukan saat itu. Setidaknya aku tetap berkunjung ke kamar rawat inap beliau dan menghabiskan waktu bersama.
Dua minggu setelah Sang Penyanyi meninggal, 14 April 2007, gumaman ‘nyanyian’ dalam jiwakupun lenyap. Tiba-tiba hidup ini tidak semenarik yang kupikirkan selama ini. Masa depan terlihat sangat tidak pasti dan tidak jelas. Aku tidak yakin apakah jalan yang kutempuh selama ini adalah jalan yang kumau ataukah jalan yang kupilih untuk membuat ‘nyanyian’ itu tetap ada. Angin itu telah membawa lantunan ‘lagu’ yang selama ini mengiringi hidupku.
Setelah itu banyak lagu yang kudengarkan di telingaku setiap hari. Piano. Gitar. Jazz. Pop. Dari mulai streaming radio lokal Jogja sampai radio yang digawangi oleh perkumpulan mahasiswa indonesia di seluruh dunia. Tapi belum juga kutemukan yang pas untuk menggantikan lagu yang hilang. Mungkin karena sudah tidak mungkin lagi ‘nyanyian’ itu tetap ada. Atau mungkin sebenarnya masih ada hanya saja kesibukanku untuk mencari pengganti terlalu ramai sehingga mempersulitku untuk mendengar apa yang ada di dalam diriku sendiri. Mungkin..
Apapun itu, lima tahun kemudian aku baru bisa mendengarkannya lagi. Kalau orang-orang yang tidak ada hubungan darah dengan Chrisye saja bisa tetap ‘membuat’ Sang Penyanyi terus bernyanyi. Aku seharusnya masih bisa membuat Ayahku bernyanyi karena beliau ada dalam diriku. Adaku melalui perantaranya. Dan aku tidak perlu berusaha membedakan apakah ini nyanyianku atau nyanyian beliau. Keinginanku atau keinginan beliau. Rinduku atau rindu ..ayahku.
Ya..setelah lima tahun. Aku yakin bahwa aku tidak perlu merasa sendiri karena beliau masih ada dalam diriku. Aku memperingatinya dengan melakukan perjalanan di negara asing. Keterasingan itu yang membuatku kembali menemukan ‘nyanyian’ itu. Atau mungkin ‘nyanyian’ itu muncul setelah aku berhasil meredamkan riuh rendah kegalauan emosi dan kekacauan pikiran.
Beristirahatlah dengan tenang, Ayah. Hatiku sudah mulai bisa menangkap dan bahkan membuat ‘nyanyian’ lagi. Meskipun sangat pelan tapi aku yakin suatu saat akan cukup terdengar seiring dengan semakin tumbuhnya optimismeku. Terima kasih untuk semua jerih payah selama ini. Aku merindumu..sangat merindu sehingga aku tidak yakin bagaimana rasanya hidup tanpa merindumu.  

No comments: